Nomophobia, Ketika Jauh dari Ponsel Memicu Cemas pada Gen Z menurut WHO
Ilustrasi Nomophobia: Ketika Jauh dari Ponsel Memicu Cemas pada Gen Z--getty images
MALANG, DISWAYMALANG.ID--Ponsel kini bukan sekadar alat komunikasi. Bagi banyak kaum Gen Z, ia telah menjadi jam, kalender, dompet, hiburan, bahkan ruang aman untuk menenangkan diri. Tidak heran jika perasaan tidak nyaman muncul saat ponsel tertinggal, kehabisan baterai, atau kehilangan sinyal. Dalam dunia kesehatan mental, kondisi ini dikenal sebagai nomophobia atau ketakutan berlebihan ketika tidak bisa mengakses ponsel.
WHO memang tidak mengklasifikasikan nomophobia sebagai diagnosis tersendiri. Namun, organisasi kesehatan dunia itu menaruh perhatian serius pada kecemasan berbasis teknologi, ketergantungan perilaku, dan dampak penggunaan gawai berlebihan terhadap kesehatan mental remaja dan dewasa muda.
Berikut sembilan hal tentang nomophobia pada Gen Z yang relevan dengan perhatian WHO.
BACA JUGA:9 Hal Penting tentang Gangguan Tidur pada Gen Z: Alarm Kesehatan Mental yang Disorot WHO
1. Nomophobia berakar dari kecemasan, bukan kebiasaan semata
WHO menjelaskan bahwa kecemasan sering muncul ketika individu merasa kehilangan kontrol atau rasa aman. Pada Gen Z, ponsel kerap menjadi sumber kendali dan kepastian, sehingga ketiadaannya memicu rasa cemas.
2. Rasa gelisah muncul bahkan sebelum ponsel benar-benar hilang
Banyak Gen Z merasa tidak tenang hanya dengan membayangkan baterai habis atau sinyal hilang. WHO menyebut anticipatory anxiety sebagai salah satu ciri kecemasan modern.
3. Ponsel berfungsi sebagai alat regulasi emosi
WHO menyoroti kecenderungan generasi muda menggunakan distraksi digital untuk meredam stres, bosan, atau sedih. Ketika ponsel tidak ada, emosi menjadi lebih sulit dikelola.
4. Ketergantungan ponsel memperkuat respons stres tubuh
Kecemasan akibat jauh dari ponsel dapat memicu reaksi fisik seperti jantung berdebar, tegang, dan sulit fokus. WHO mengaitkan respons ini dengan aktivasi sistem stres yang berulang.
5. Nomophobia berkaitan dengan kebutuhan untuk selalu terhubung
WHO mencatat bahwa tekanan sosial dan kebutuhan akan validasi memperbesar kecemasan sosial. Notifikasi dan pesan menjadi simbol keterhubungan yang sulit dilepaskan.
6. Rasa takut tertinggal informasi ikut memperparah kondisi
Fenomena fear of missing out atau FOMO berperan besar. WHO mengaitkan paparan informasi berlebihan dengan meningkatnya kecemasan dan kelelahan mental.
7. Nomophobia berdampak pada kualitas tidur
WHO menegaskan bahwa penggunaan ponsel berlebihan, terutama sebelum tidur, mengganggu ritme biologis. Kecemasan untuk selalu terhubung membuat ponsel sulit dijauhkan dari tempat tidur.
8. Hubungan sosial bisa terdampak secara paradoks
Meski ponsel membuat Gen Z selalu terhubung, WHO mencatat bahwa ketergantungan digital dapat meningkatkan rasa kesepian dan menurunkan kualitas interaksi tatap muka.
9. Mengelola penggunaan ponsel penting bagi kesehatan mental
WHO mendorong pendekatan preventif, termasuk membangun batasan sehat dengan teknologi. Mengurangi ketergantungan bukan berarti anti digital, tetapi memberi ruang bagi pemulihan mental.
BACA JUGA:Mengenal Microsleep: Tanda, Bahaya, dan Cara Mencegah Tidur Sekejap Pemicu Kecelakaan Fatal
Nomophobia mencerminkan perubahan besar dalam cara manusia berelasi dengan teknologi. Pada Gen Z, ponsel telah menjadi bagian dari identitas dan rasa aman. WHO mengingatkan bahwa kesehatan mental tidak menuntut pemutusan total dari teknologi, tetapi keseimbangan. Ketika ponsel mulai memicu kecemasan alih-alih membantu, saat itulah batas perlu ditarik.
Sumber: world health organization (who)
