Mengurai Quarter Life Crisis, Krisis Seperempat Abad di Usia 25
Ilustrasi quarter life crisis--canva
MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Usia 25 sering digambarkan sebagai masa emas untuk memulai hidup yang lebih mapan. Banyak anak muda membayangkan karier yang mulai stabil, hubungan romantis yang matang, hingga kondisi finansial yang aman.
Namun, realitas di lapangan sering tidak seindah itu. Justru di titik inilah banyak orang merasakan kebingungan, cemas, bahkan kehilangan arah. Fenomena ini dikenal dengan istilah quarter-life crisis atau krisis seperempat abad.
Fenomena ini bukan sekadar perasaan “bingung mau ke mana”, melainkan kombinasi kompleks antara ketidakpastian, tekanan sosial, dan perasaan tertinggal dari orang lain.
Menurut Robinson et al. (2013), krisis seperempat abad dipicu oleh tuntutan untuk “cepat dewasa” yakni punya pekerjaan tetap, pasangan hidup, dan kestabilan finansial.
Sayangnya, tiga hal tersebut tidak selalu mudah dicapai dalam waktu singkat, sehingga melahirkan kegelisahan mendalam.
Ketidakpastian dan Distres: Dua Beban Berat di Pundak Anak Muda
Dalam psikologi, ada istilah Intolerance of Uncertainty (IU), yaitu ketidakmampuan seseorang menghadapi hal-hal yang tidak pasti.
Journal of Anxiety Disorders mencatat bahwa IU dapat memicu kecemasan berlebihan: khawatir masa depan karier, takut hubungan tidak berjalan, hingga merasa gagal karena belum memiliki rencana jangka panjang.
IU erat kaitannya dengan depresi, gangguan kecemasan, dan burnout. Jika dibiarkan, tekanan mental ini akan berkembang menjadi distres psikologis, kondisi ketika seseorang diliputi rasa lelah, sedih, hingga putus asa.
Dalam konteks quarter-life crisis, distres ini tampak melalui gejala overthinking, kehilangan motivasi, menarik diri dari lingkungan sosial, bahkan perasaan gagal total.
Kunci Bertahan: Personal Growth Initiative (PGI)
Tidak semua anak muda jatuh terpuruk dalam jurang kecemasan. Sebagian mampu bertahan bahkan bangkit perlahan. Kuncinya terletak pada Personal Growth Initiative (PGI) atau inisiatif pertumbuhan pribadi.
PGI didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk secara sadar mengembangkan dirinya. Menurut Robitschek et al. (2012), PGI terdiri dari empat aspek utama:
- Kesiapan untuk berubah
- Kemampuan menyusun rencana perubahan
- Pemanfaatan sumber daya yang tersedia
- Refleksi terhadap proses yang dijalani
Penelitian oleh Balqis dkk. (2024), Universitas Gadjah Mada menemukan bahwa PGI mampu melemahkan pengaruh negatif IU terhadap distres psikologis.
Artinya, individu dengan PGI tinggi lebih tahan menghadapi ketidakpastian hidup. Sebaliknya, distres yang terlalu tinggi justru dapat meruntuhkan kemampuan PGI.
Quarter-Life Crisis Bukan Penyakit, Melainkan Fase
Penting digaris bawahi dari quarter-life crisis bukanlah gangguan mental. Ia adalah fase hidup yang wajar dialami banyak orang. Namun, cara keluar dari fase ini berbeda-beda bagi setiap individu.
Sumber: robinson et al. (2013)
