LOWOKWARU, DISWAYMALANG.ID--Seniman Bambang Sarasno memarken 12 lukisan batiknya di gelaran TITIRASI, Auditorium Universitas Brawijaya 16 sampai 19 November 2025 dalam rangka Dies Natalis UB ke-63.
Bagi dunia seni Malang, sosok kelahiran 1957 ini adalah mesin kreatif yang tak pernah berhenti menyala. Ia pengembara artistik di lintas-genre kesenian. Dari batik ke musik, dari teater ke video, tanpa kehilangan ciri khasnya.
BACA JUGA:Mbois! Ada Pameran Lukisan Batik dengan Multimedia di UB, Namanya Pameran TITI RASI
Perjalanan Bambang Sarasno dimulai pada 1975 lewat batik yang diolah menjadi busana, dekor, hingga lukisan berukuran besar. Panggung publik mengenalnya lewat pameran-pameran. Antara lain pameran seni rupa kontemporer di Langsep Fair (1976) di Bali, yang digelar bersamaan dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pertama, pada 23-24 Februari 1976.
Kemudian, pameran lukisan di Expo Pembangunan Taman Indrokilo (1984) di Malang. Serta pameran seni rupa untuk mendorong ekonomi kreatif yang digelar Mitra Seni Indonesia (MSI) di Balai Budaya Jakarta (2020).
BACA JUGA:FISIP UB Gandeng Lembaga Survei, NGO, dan Pers Wujudkan Kurikulum Faktual, Bukan Hanya Teori Buku
Konsep batik Dress Painting yang ia perkenalkan sejak 1976 membuka cara baru melihat batik. Eksperimen itu tumbuh menjadi pertunjukan lintas disiplin, seperti Multi Media (1981) dan METAMORPHOSA Batik Performing Arts (2013), melibatkan ratusan seniman dan komunitas.
Pameran 12 lukisan batik Bambang Sarasno di Auditorium Universitas Brawijaya--malang.disway.id
Pameran Seni Rupa Multi Media (1981) merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah seni rupa kontemporer Indonesia. Terutama dalam memperkenalkan dan mengeksplorasi penggunaan media baru atau multimedia dalam karya seni rupa.
Pameran itu menandai pergeseran dan perkembangan dalam praktik seni rupa di Indonesia yang mulai memasukkan elemen-elemen teknologi dan media di luar medium konvensional seperti lukisan dan patung.
Tak berhenti di satu medium, Bambang Sarasno juga aktif manggung bersama grup musik Kharisma Alam. Pada penghujung 1976, Bambang Sarasno 'berguru' seni musik kepada seorang musisi di Kota Malang, Bambang Hendrasto Tondokoesoemo, adik dari penyanyi lawas Tanti Yosepha.
Kemudian, pada 1977, saat Bambang Tondo membentuk grup musik Kharisma Alam, Bambang Sarasno diajak bergabung.
Dalam perekembangannya, Bambang Sarasno juga bergabung dengan komunitas Blue Grass hingga awal 2000-an. Tepatnya nama grup musik itu adalah “Blue Grass KamKot”.
Kamkot diambil dari singkatan Kampus Kotalama. Karena personel grup itu masih berstatus mahasiswa di Fakultas Hukum dan Program Magister (FHPM) Universitas Brawijaya yang kampusnya masih berada di Kotalama Malang.
Pada era video, Bambang Sarasno bergerak sebagai videografer dan animator 3D, termasuk menjadi Executive Director pembuatan video profil Kota Batu (2002).
BACA JUGA:Deretan Museum di Malang Raya Kian Dilirik Wisatawan: Wisata Edukatif Jadi Tren Keluarga Akhir Pekan
Teranyar, Bambang Sarasno menggelar TITIRASI 2025 sebuah pameran 12 lukisan batik berskala besar 280 x 210 cm berisi 12 rasi bintang astrologi. Lukisan-lukisan itu dipamerkan di sebuah ruangan tertutup kain hitam. Permainan cahaya menambah unsur ilusi, membuat pertunjukan itu seolah 'hidup'.
Bambang Sarasno menggarap 12 lukisan itu selama 12 tahun (2013-2025) sekaligus bentuk refleksi atas 50 tahun perjalanan berkesenian. TITIRASI mengajak kita menemukan kembali jati diri yang telah lama terlupa.
BACA JUGA:Ketut Ricky Aditya Sunaya dan Birgita Joy Clarissa Terpilih Jadi Putra-Putri Brawijaya 2025
Selain berkarya, Bambang Sarasno adalah tokoh yang merawat jejaring seni. Ia aktif di Sanggar Seni Rupa Arti di Kota Malang, Lembaga Kesenian Indrokilo di Malang (belakang Museum Brawijaya), Dewan Kesenian Malang, hingga jejaring internasional Encompass Indonesia di United Kingdom atau Inggris Raya.