1 tahun disway

UM Perkuat Identitas Budaya Pacitan Lewat Program Inovatif Edusosiopreneurship

UM Perkuat Identitas Budaya Pacitan Lewat Program Inovatif Edusosiopreneurship

Dr. Ike Ratnawati, S.Pd., M.Pd, mengajari anak-anak membuat karya seni.--foto: um.ac.id

PACITAN, DISWAYMALANG.ID--Universitas Negeri Malang (UM) kembali menegaskan perannya dalam pemberdayaan masyarakat melalui program pengabdian yang kreatif dan berdaya guna. Pada Senin (18/8), UM meresmikan program Terapi Seni Anak di MI Guppi Widoro, Kabupaten Pacitan. Inisiatif ini dirancang untuk memperkuat identitas budaya pada anak-anak usia sekolah dasar yang tinggal di wilayah terpencil.

Kegiatan tersebut digagas oleh Dr. Ike Ratnawati, S.Pd., M.Pd., dengan dukungan tim dosen lintas bidang keilmuan, mahasiswa UM, serta kerja sama strategis bersama Komunitas Pacitan Cerdas.

Program ini selaras dengan tiga tujuan utama Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu pendidikan berkualitas (SDGs 4), pengurangan kesenjangan (SDGs 10), dan pembangunan permukiman berkelanjutan (SDGs 11).

“Melalui terapi seni, anak-anak diajak mengeksplorasi seni rupa tradisional, mulai dari menggambar motif lokal hingga membuat kerajinan sederhana. Proses kreatif ini menjadi sarana ekspresi sekaligus memperkenalkan nilai ekonomi dari karya budaya, sehingga sejak dini mereka belajar kewirausahaan tanpa meninggalkan identitas budaya,” jelas Dr. Ike.

BACA JUGA:Jembatan 'Ahok' dan Badai Kritik: Dua Sisi Sentimen Warganet untuk Menkeu Purbaya

Konsep utama kegiatan ini adalah pendekatan edusosiopreneurship yang merupakan model pembelajaran yang menyatukan aspek pendidikan, sosial, dan kewirausahaan dengan akar budaya lokal. Melalui pendekatan tersebut, anak-anak tidak hanya memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga menghubungkannya dengan kondisi sosial sekitar. Dampaknya, literasi budaya, rasa percaya diri, serta motivasi belajar anak meningkat.

BACA JUGA:UB Lestarikan Budaya Dengan Modul Internalisasi Perilaku Luhur Berbasis Nilai-nilai Majapahit

Program ini juga memberi ruang bagi anak-anak di daerah dengan keterbatasan sarana pendidikan agar tetap mendapatkan pengalaman belajar yang berkualitas.

Berkat keterlibatan guru, orang tua, dan komunitas, kegiatan dirancang sesuai kebutuhan lokal sehingga hasilnya lebih berkelanjutan. Dari sudut pandang SDGs 11, aktivitas ini menghidupkan kembali fungsi ruang sosial sebagai pusat kreativitas dan pembelajaran bersama.

“Kami berharap Pacitan memiliki ekosistem seni budaya berbasis komunitas. Anak-anak bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga agen perubahan yang mempromosikan budaya ke ranah yang lebih luas,” tambah Dr. Ike.

BACA JUGA:UM Jadi Tuan Rumah Forum Internasional 2025 ISTIC–NAM S&T Centre

Program ini memperoleh dukungan pendanaan dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat tahun 2025. Ke depan, UM berencana memperluas implementasi terapi seni ini ke daerah lain, dengan tujuan membentuk generasi muda yang kreatif, mandiri, dan berkarakter budaya.

Sumber: um.ac.id

Berita Terkait