Sedang Skripsian? Jangan Sembarangan Sebar Angket atau Rekam Informan Ya, Perhatikan Etika Ini!
Etika - Fondasi Utama Mahasiswa Intelektual Dalam Melaksanakan Penelitian / Skripsi-pinterest-
MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Etika bukan sekadar pelengkap, tapi inti dari penelitian.Di tengah kesibukan mengejar deadline skripsi, masih banyak mahasiswa yang tergesa-gesa menyebarkan kuesioner atau merekam informan tanpa prosedur yang tepat.
Asal sebar angket ke grup alumni atau langsung rekam wawancara tanpa persetujuan. Praktik seperti ini bukan hanya sembrono, tapi juga menyalahi prinsip dasar dalam dunia riset ilmiah.
Riset yang baik bukan sekadar soal mengolah data atau menyusun teori. Tapi juga bagaimana menghormati individu yang berkontribusi sebagai informan atau responden.
Dunia akademik menempatkan etika penelitian sebagai pilar penting yang tak bisa ditawar.
BACA JUGA:Yayasan Sriwedari, Salah Satu Lembaga Pendidikan Tertua di Malang Genap 79 Tahun
1. Informed Consent: Persetujuan Penuh Kesadaran
Sebelum data dikumpulkan, penting memastikan bahwa informan telah memahami tujuan, proses, serta hak-haknya. Persetujuan yang diberikan secara sadar disebut informed consent. Hal ini tak bisa dilewatkan, bahkan dalam studi daring sekalipun. Tanpa ini, data yang dikumpulkan bisa dianggap cacat secara etika.
2. Anonimitas dan Kerahasiaan: Hak yang Harus Dijaga
Identitas responden tak boleh diumbar sembarangan. Nama lengkap, instansi, atau jabatan bisa disamarkan menjadi kode atau inisial. Tujuannya: menjaga keamanan dan privasi partisipan dari risiko setelah penelitian selesai, apalagi jika hasil penelitiannya diunggah ke repositori publik kampus.
Contohnya, jika meneliti sistem pelaporan pelecehan seksual di suatu lembaga. Narasumber bisa saja adalah korban atau petugas penanganan. Jika identitasnya bocor, bisa jadi dia mengalami tekanan sosial atau bahkan dibungkam oleh institusi. Bisa menyebutnya sebagai "responden perempuan, usia 25 tahun, staf bagian pelaporan" dan menulis ulang kutipan dalam bentuk narasi tidak langsung.
3. Penelitian Bukan Interogasi: Bangun Hubungan yang Setara
Pendekatan wawancara mendalam sering disalahartikan sebagai momen untuk menggali informasi sedalam mungkin. Namun, ada batas yang tak boleh dilampaui. Informan bukan objek yang bebas dikorek tanpa empati. Mereka adalah subjek dengan hak, perasaan, dan batasan.
BACA JUGA:Ini 9 Cara Manfaatkan AI untuk Bantu Susun Pertanyaan Wawancara Kualitatif Buat Skripsi
Misalnya, meneliti tentang pengalaman mahasiswa difabel dalam mengakses fasilitas kampus. Hindari pertanyaan seperti "Kenapa tidak pakai kursi roda saja?" yang bernada menyalahkan. Sebaliknya, bisa gunakan pertanyaan seperti "Bagaimana fasilitas kampus mendukung mobilitas sehari-hari?" yang membuka ruang cerita tanpa menghakimi.
Sumber: ssrn
