1 tahun disway

Pejuang Skripsi, Merapat! Waspadai Logical Fallacy yang Bisa 'Meruntuhkan' Skripsi!

Pejuang Skripsi, Merapat! Waspadai Logical Fallacy yang Bisa 'Meruntuhkan' Skripsi!

Berbagai Jenis / Ragam Logical Fallacy Yang Harus Dihindari Saat Menulis-pinterest - Ben Meer-

MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Bab pembahasan dan hasil adalah tulang punggung dalam penulisan skripsi. Di bagian inilah penulis menunjukkan kemampuan berpikir kritis dan menyusun argumen berbasis data.

Sayangnya, banyak mahasiswa yang tidak menyadari bahwa argumen mereka bisa berpotesi mengandung cacat berpikir atau logical fallacy—kesalahan penalaran yang tampak logis namun sebenarnya keliru secara struktural.

Kesalahan ini membuat argumen menjadi rapuh, menyimpang dari fakta, atau bahkan menyesatkan jika tak ditulis dengan hati hati.

Yuk kita bahas beberapa jenis logical fallacy yang dapat terjadi dalam skripsi!

1. Post Hoc Ergo Propter Hoc (Kesalahan Sebab-Akibat)

Fallacy ini muncul ketika seseorang menyimpulkan bahwa karena satu kejadian terjadi setelah kejadian lain, maka yang pertama pasti menyebabkan yang kedua. Dalam skripsi, ini sering terlihat ketika penulis menyimpulkan bahwa perubahan perilaku atau fenomena disebabkan oleh satu variabel hanya karena kedua hal tersebut terjadi secara berurutan. Misalnya, dalam skripsi tentang kesehatan mental, ada penulis yang menyimpulkan bahwa mahasiswa menjadi lebih stres setelah diberi tugas besar, sehingga tugas besar itulah penyebab utama stres. Padahal, belum tentu tugas adalah satu-satunya penyebab. Bisa saja stres disebabkan oleh faktor tambahan seperti masalah pribadi, tekanan keluarga, atau waktu tidur yang buruk.

Agar tidak terjebak dalam post hoc, sangat penting untuk menyertakan analisis kausalitas yang didukung oleh teori atau data longitudinal.

BACA JUGA:Ini 9 Tips Analisis Data Kuantitatif untuk Skripsi dengan SPSS dan Excel agar Skripsi Tambah Lancar!

Gunakan model uji hubungan yang sesuai—seperti regresi, SEM, atau uji korelasi—untuk memastikan bahwa hubungan antarvariabel memang bersifat sebab-akibat yang kuat dan bukan kebetulan waktu semata. Hindari pula kalimat-kalimat deterministik seperti “X menyebabkan Y” jika tidak ada cukup bukti empiris.

2. Hasty Generalization (Generalisasi Terburu-buru)

Generalisasi terburu-buru terjadi ketika seseorang menarik kesimpulan umum dari sampel data yang terlalu kecil atau tidak representatif. Dalam skripsi, ini sering ditemukan ketika penulis menggunakan hasil wawancara dari dua atau tiga responden saja sebagai dasar untuk menyimpulkan fenomena yang lebih luas. Misalnya, dari tiga orang narasumber yang merasa kurang puas terhadap pelayanan akademik, penulis langsung menyatakan bahwa sistem pelayanan akademik secara umum tidak memuaskan mahasiswa.

Kesalahan ini dapat dicegah dengan memperhatikan prinsip representativitas dalam pemilihan responden. Jika ingin mengambil kesimpulan yang bersifat general, pastikan bahwa jumlah dan jenis responden mencerminkan populasi penelitian.

Dalam metode kualitatif sekalipun, penting untuk menyatakan bahwa hasil wawancara bersifat kontekstual dan tidak dapat digeneralisasi tanpa adanya data tambahan yang mendukung.

3. False Dilemma (Dikotomi Palsu)

Sumber: hubspot

Berita Terkait