1 tahun disway

Sedang Skripsian? Jangan Sembarangan Sebar Angket atau Rekam Informan Ya, Perhatikan Etika Ini!

Sedang Skripsian? Jangan Sembarangan Sebar Angket atau Rekam Informan Ya, Perhatikan Etika Ini!

Etika - Fondasi Utama Mahasiswa Intelektual Dalam Melaksanakan Penelitian / Skripsi-pinterest-

4. Gunakan Bahasa yang Sesuai dengan Profil Responden

Penyusunan angket sering kali terlalu akademis. Istilah-istilah teknis atau kalimat panjang justru membuat responden kebingungan. Akibatnya, jawaban bisa melenceng dari maksud sebenarnya. Bahasa yang baik bukan yang canggih, tapi yang dipahami.

Contohnya, membuat survei tentang konsumsi media pada nelayan tradisional. Gunakan bahasa seperti "Apa jenis tontonan yang biasa Bapak/Ibu nikmati di HP atau televisi?" daripada "Apa pola konsumsi media audiovisual Anda selama tujuh hari terakhir?" Bahasa yang sederhana membuat riset lebih manusiawi dan valid.

5. Janji Imbalan? Harus Konsisten dan Transparan

Menjanjikan pulsa atau hadiah sebagai bentuk kompensasi kepada responden sudah menjadi praktik yang umum. Namun, jika imbalan tidak diberikan sesuai janji, maka kepercayaan akan runtuh dan reputasi peneliti ikut tercoreng. Etika bukan hanya soal prosedur, tapi juga soal komitmen.

Misalnya, menyebarkan angket ke 100 pekerja ojek daring dan menjanjikan e-wallet Rp10.000 per responden. Pastikan punya anggaran dan waktu untuk benar-benar mengirimkan kompensasi itu satu per satu, jangan sampai molor atau hanya sebagian yang dipenuhi. Riset yang baik adalah riset yang menepati janji.

6. Riset Online Juga Harus Etis

Era digital membuka banyak pintu untuk penelitian daring. Namun, penyebaran survei secara sembarangan—misalnya ke grup publik tanpa penjelasan—berisiko besar secara etika. Apalagi jika data pribadi ikut dikumpulkan. Asal sebar link survei bukanlah praktik etis.

Misalnya, meneliti perilaku konsumen skincare dan menyebar link survei ke komunitas perempuan tanpa menjelaskan identitas peneliti dan tujuan riset. Selain tak sopan, ini berisiko memicu ketidakpercayaan dan memperburuk citra akademik. Selalu cantumkan identitas, kontak, dan latar belakang penelitian saat menyebar survei daring.

7. Topik Sensitif Butuh Pendekatan Spesifik

Meneliti isu-isu seperti kekerasan, trauma, atau diskriminasi memerlukan pendekatan yang sangat hati-hati. Tak bisa asal tanya atau langsung masuk ke materi tanpa pemanasan yang baik secara psikologis. Empati harus hadir sejak awal interaksi.

Misalnya, meneliti pengalaman korban kekerasan seksual dalam mengakses layanan hukum. Sebaiknya, sebelum sesi wawancara, buka dengan perkenalan santai, menjelaskan hak narasumber, dan menyampaikan bahwa mereka boleh menghentikan sesi kapan saja. Di akhir wawancara, berikan waktu untuk jeda emosional dan tawarkan bantuan jika narasumber merasa tidak nyaman.

8. Etika Berlaku hingga Tahap Penulisan dan Publikasi

Proses etis tak selesai setelah data terkumpul. Saat menulis laporan atau menyusun artikel, kutipan tak boleh diubah agar sesuai narasi peneliti. Apa yang disampaikan oleh informan harus ditampilkan secara utuh dan jujur.

Misalnya, ingin memperkuat argumen bahwa birokrasi kampus menyulitkan mahasiswa. Tapi kutipan narasumber hanya menyatakan "Agak ribet sih, tapi ya bisa diselesaikan kalau sabar." Jangan ubah menjadi "Birokrasi kampus sangat menyusahkan mahasiswa." Itu manipulasi. Tampilkan kutipan apa adanya dan biarkan pembaca menilai.

Sumber: ssrn

Berita Terkait