1 tahun disway

AI Semakin Populer untuk Konsultasi Mental, Apakah Psikolog Akan Tergusur?

AI Semakin Populer untuk Konsultasi Mental, Apakah Psikolog Akan Tergusur?

Ilustrasi curhat dengan Ai--Matheus Bertelli, Pexels

MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Kecanggihan teknologi kecerdasan buatan (AI) kini tak lagi sekadar mendukung pekerjaan profesional, melainkan mulai menyentuh ranah personal dan emosional manusia. 

Salah satu dampak nyata terlihat dari meningkatnya penggunaan AI untuk mendampingi kondisi psikologis pengguna.

Sebuah survei oleh Snapcart pada April 2025 terhadap 3.611 responden di Indonesia mengungkapkan bahwa 6 persen orang mengaku rutin menggunakan AI untuk mencurahkan isi hati dan emosi mereka. 

Lebih mencengangkan lagi, 58 persen responden mempertimbangkan AI sebagai alternatif pengganti layanan psikolog konvensional.

Fenomena ini mencerminkan dua sisi mata uang. Di satu sisi, AI menawarkan kepraktisan, ketersediaan 24 jam, dan biaya nol. 

Di sisi lain, tingginya minat ini menunjukkan adanya hambatan struktural dalam layanan kesehatan mental di Indonesia, seperti mahalnya tarif konsultasi dan stigma sosial terhadap gangguan mental.

Sebanyak 39 persen responden menilai biaya layanan psikolog masih tergolong mahal, membuat mereka lebih memilih pendekatan digital yang lebih mudah dijangkau. 

AI dianggap lebih praktis dan ekonomis, terutama ketika masalah mental belum dianggap sebagai prioritas utama dibanding kesehatan fisik.

Selain faktor ekonomi, kepercayaan terhadap keamanan privasi juga memainkan peran penting. 

27 persen responden menyatakan AI lebih dapat dipercaya untuk menjaga rahasia dibanding psikolog manusia, meskipun psikolog sebenarnya terikat kode etik kerahasiaan yang ketat.

Menariknya, 11 persen responden beranggapan AI mampu membantu menyelesaikan berbagai permasalahan, tidak hanya terbatas pada aspek psikologis. 

Sementara 10 persen lainnya merasa lebih nyaman karena AI dianggap lebih netral dan tidak menghakimi, berbeda dengan pengalaman mereka bersama psikolog yang kadang dinilai terlalu cepat menilai.

Meski AI menawarkan kenyamanan dan aksesibilitas, penting diingat bahwa diagnosa gangguan mental tetap harus dilakukan oleh tenaga profesional. 

Penggunaan AI tanpa bimbingan yang tepat bisa memicu self-diagnosis yang keliru, dan justru memperburuk kondisi emosional seseorang.

Sumber: snapchart