ICCCF, Festival di Celaket, Malang yang Jadi Ajang Interaksi Budaya Lokal-Internasional

ICCCF, Festival di Celaket, Malang yang Jadi Ajang Interaksi Budaya Lokal-Internasional

Anak-anak Celaket terlihat ceria saat tampil dalam satu barisan karnaval dengan beberapa mahasiswa asing di Malang, dalam ICCCF 2024--SDGs Center UB

ICCCF memang kini merupakan festival internasional. Namun, awal mulanya, event ini adalah kegiatan semacam bersih desa di Celaket yang dimulai pada tahun 2006. Namanya, Kampung Celaket Bersyukur. 

Kegiatan bersih desa ini rupanya menarik banyak penonton wisatawan mancanegara (wisman) yang sedang di Malang, Bahkan, makin tahun makin banyak wiswan yang menyaksikan. Hingga akhirnya, Hanan Djalil, seniman sekaligus tokoh masyarakat Celaket, pada tahun 2011 menggagas untuk menjadikan kegiatan bersih desa itu menjadi festival internasional. 

Lahirlah ICCCF, yang untuk kali pertama akhirnya bisa digelar pada tahun 2012. Dalam ICCCF yang pelaksanannya didukung Pemerintah Kota Malang, warga mancanegara tidak lagi sekadar jadi penonton. Tapi juga dilibatkan sebagai penampil. 

Pada ICCCF 2012 itu, ada penampil dari 18 negara. Sedangkan dari dalam negeri, selain para seniman dan penampil Malang, juga terlibat seniman dan penampil dari penjuru tanah air. Berbagai pentas seni dan budaya digelar, mulai dari tari topeng Malangan, jaranan, reog Ponorogo, wayang kulit hingga pentas musik indie dan festival jazz di tepi sungai Brantas, Celaket. Juga ada diskusi dan karnaval budaya. 

ICCCF berikutnya, 2013 lebih meriah lagi. Disebut-sebut, ada penampil, seniman dan budayawan dari 35 negara yang terlibat.   Tema ICCCF 2013 yang disebut sebagai ICCCF II ini adalah Unity in Diversity yang ditandai dengan karnaval kostum dunia. Masing-masing penampil dari ke-35 negara itu tampil dengan dandanan eksentrik dan kreatif, namun tetap mengacu budaya daerahnya.  Selain itu, dimeriahkan juga kostum dari 34 provinsi di Nusantara. 


Kostum warna-warni juga tampil pada karnaval ICCCF 2024--SDGs Center UB

Begitulah, selanjutnya ICCCF terus berlangsung. Meski, sempat beberapa tahun tidak terselenggaranya. Antara lain waktu terjadi pandemi COVID-19. 

Selain peserta internasional yang terus bertambah dengan karnaval dan pertunjukan seni lintas budaya yang mempesona, ICCCF makin menjadi event budaya yang diapresiasi banyak pihak. Antara lain ditunjukkan dengan banyaknya budayawan top Indonesia ikut hadir seperti Sujiwo Tejo, Nini Towok dan beberapa nama besar lainnya, Tokoh nasional pun juga sempat hadir dalam beberapa gelaran event ICCCF, mulai dari menteri hingga Panglima TNI. 

Pilar Budaya dan Sosial 

Pada penyelenggaraan ICCCF 2024 atau ICCCF ke-8, mulai terlibat Sustainable Development Goals Center atau SDGs Center UB. Menurut Dr. Ahmad Imron Rozuli, M.Si dari SDGs Center UB, keterlibatan pihaknya merupakan upaya untuk melangsungkan dan keberlanjutan atas pilar budaya dan sosial. ICCCF dianggap merupakan perwujudan dari pilar budaya dan sosial, khususnya di Malang. 

Dia menambahkan, melalui ICCCF ini ada beberapa tujuan dari SDGs yang bisa didorong untuk dicapai. “Jadi, disamping untuk kepentingan pelestarian budaya, lewat ICCCF ini, kami berharap bisa terlibat dalam pengembangan lanskap budaya untuk mendorong aspek sosial, ekonomi serta pemberdayaan masyarakat,” kata Imron yang juga Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) UB ini.  

Imron mengatakan, ke depan pihaknya akan lebih memperhatikan untuk terlibat dalam penataan lanskap arsitektural dan sosial pelaksanaan ICCCF. Tujuannya,menurut agar event ini memiliki kontribusi lebih lagi bagi pengembangan ekonomi masyarakat.

Terpisah, Presiden ISO Bosha menambahkan, bahwa ICCCF membantu menjembatani kesenjangan budaya, yang memungkinkan antara warga Malang dan warga asing saling menghargai nuansa perbedaan sekaligus menumbuhkan rasa saling menghormati. Dia juga meyebut ICCCF jadi ajang yang tepat untuk belajar berbagai kegiatan budaya Malang. Mulai musik, seni tari-tarian, kuliner hingga adat istiadat Jawa. 


Warga lokal dan warga asing menyatu, baik sebagai penampil maupun penonton di ICCCF 2024--SDGs Center UB

“Sebagai WNA  atau Wong Ngalam Asli cabang Sudan Afrika dan pendukung Arema FC yang bangga, festival ini menunjukkan makna sebenarnya dari slogan Salam Satu Jiwa. Mahasiswa internasional dan masyarakat lokal adalah satu jiwa,” ujar Bosha, yang suka berseloroh ini. Dia pun menyebut ICCCF sebagai perwujudan potensi dialog, pemahaman, dan pertumbuhan kooperatif yang berkelanjutan antara penduduk lokal Malang dan komunitas mahasiswa internasionalnya.

Sumber: