Ganti Beras Putih dengan Beras Coklat, Solusi Fungsional untuk Diabetes dan Obesitas
Salah satu kegiatan dr. Laksmi Sasiarini pada saat memperingati 'Hari Diabetes Sedunia 2024' dengan melakukan sosialisasi gula darah pada masyarakat (9/11/24)--Instagram endometa_indonesia
LOWOKWARU, DISWAYMALANG.ID--Kasus diabetes melitus dan obesitas yang terus meningkat di masyarakat telah mendorong berbagai inovasi di bidang kesehatan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh dr. Laksmi Sasiarini, Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Endokrin, Metabolik, dan Diabetes (SpPD-KEMD).
Dia melakukan penelitian terkait potensi beras cokelat varietas lokal sebagai alternatif pangan fungsional untuk memperbaiki resistensi insulin. Selanjutnya, mengurangi terjadi penyakit metabolik, antara lain diabetes dan obesitas.
Hasil penelitian itu oleh dr. Laksmi dijadikan disertasi bertajuk "Pengaruh Pemberian Beras Coklat Varietas Lokal Terhadap Perbaikan Resistensi Insulin di Jaringan Adiposa Tikus Model Obesitas yang Diinduksi Diet." Disertasi itu dipaparkan dalam ujian akhir program doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) pada Senin (6/1).
dr. Laksmi mengungkapkan, penelitiannya lahir dari keprihatinan terhadap tingginya konsumsi nasi putih di masyarakat.
“Saat ini semakin banyak penderita penyakit metabolik seperti obesitas dan diabetes mellitus. Sehingga kami membuat alternatif functional food yaitu beras coklat,” ujar dr. Laksmi.
Keunggulan Beras Coklat
Menurut dr. Laksmi, beras coklat memiliki keunggulan karena hanya melalui satu kali proses penggilingan. Sehingga, komponen bioaktifnya, seperti serat dan vitamin, tetap terjaga.
Kandungan ini memberikan manfaat kesehatan, terutama dalam meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi risiko penyakit metabolik. Sehingga dapat memberikan dampak positif untuk kesehatan.
Tantangan Penelitian
Proses penelitian yang berlangsung selama lebih dari tujuh bulan ini bukan tanpa hambatan. Salah satu tantangan terbesar adalah menciptakan diet khusus untuk tikus percobaan guna menginduksi obesitas secara optimal.
“Untuk membuat tikus obesitas memerlukan diet tertentu tapi komponen makronutriennya harus terpenuhi semua. Kalau tidak, tikusnya nanti tidak optimal untuk induksi obesitasnya,” ungkap dr. Laksmi.
Selain itu, diet yang dirancang harus dapat diterima oleh tikus. "Pembuatan diet itu sedemikian rupa dan harus dicoba ke tikusnya. Karena kalau tidak dimakan, kan percuma," tambahnya.
Harapan Implementasi
Dr. Laksmi berharap penelitian ini dapat membuka wawasan masyarakat tentang manfaat beras coklat sebagai pengganti nasi putih. Meski sosialisasi beras coklat sebagai alternatif pangan fungsional masih terbatas, ia optimistis hasil penelitian ini dapat menjadi langkah awal untuk mempopulerkan konsumsi beras coklat di Indonesia.
Sumber: prasetya.ub.ac.id