Pemerintah Segera Resmikan Insentif PPN 12 Persen, Apa Dampaknya ke Harga di Pasaran?
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto-Disway.id-Disway.id
JAKARTA, DISWAYMALANG.ID - Dalam rangka meringankan beban masyarakat dari tarif pajak pertambahan nilai (PPN), yang naik dari 11 persen menjadi 12 persen, Pemerintah dikabarkan akan tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan PPN untuk barang dan jasa yang bersifat strategis.
Seperti diketahui, daftar barang-barang yang akan dibebaskan dari pemberlakuan PPN 12 persen antara lain bahan makanan, sektor transportasi, pendidikan/ kesehatan, listrik, air, dan jasa keuangan/asuransi.
“Ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto dalam keterangan resminya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12) pekan lalu.
Dengan adanya insentif ini, kebutuhan minyak goreng kemasan rakyat diprediksi mencapai akan 175.000 ton per bulan dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp15.700 per liter pada tahun 2025 nanti. Kemudian, volume kebutuhan tepung terigu secara nasional pada 2025 diproyeksi mencapai 6,66 juta ton. Menurut data, harga rata-rata November 2023-November 2024 sebesar Rp13.139 per kilogram.
Selain itu, insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) 1 persen juga diberikan bagi gula industri. Sebagai pertimbangan, gula industri merupakan input penting bagi industri makanan minuman. Kontribusi sektor ini mencapai 36,3 persen terhadap total industri pengolahan.
Tidak hanya itu, pemberian insentif tersebut berdasarkan perhitungan yang menunjukkan bahwa kenaikan PPN 1 persen juga diperkirakan akan menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen.
Kenaikan PPN atas bahan baku tentunya akan sangat berpengaruh besar pada harga jual akhir yang akan diserap oleh Masyarakat. Minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri merupakan bahan baku industri makanan dan minuman, farmasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri, sehingga dan dapat menyebabkan efek seperti menurunnya konsumsi masyarakat.
Ini Kata Pengamat
Memasuki musim libur Natal dan tahun baru (Nataru) 2024, sejumlah pakar dan pengamat ekonomi mulai mengkhawatirkan dampak penetapan kenaikan tarif PPN terhadap harga barang di pasaran. Hal ini diungkapkan oleh ekonom LPEM UI Teuku Riefky.
Dalam keterangannya, Teuku menyebutkan PPN 12 persen ini memiliki dampak yang besar kepada tingkat daya beli masyarakat. Oleh karena itu, dirinya menilai bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menerapkan PPN 12 persen tersebut.
“Daya beli menurun, income stagnan bahkan menurun, lapangan kerja hilang, uang beredar menipis, dan program pemerintah yang tidak tepat sasaran yang terjadi sekarang membuat kebijakan menaikan PPn kurang tepat,” ujar Teuku dalam agenda diskusi publik bertajuk “PPN Naik: Seberapa Ngaruh ke Hidup Gue?”, yang digelar secara daring pada Jumat (20/12).
Sementara itu, menurut keterangan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegar, kebijakan PPN ini memiliki sifat yang regresif. “Naikin PPN cuma dapat tambahan pendapatan negara sebesar 70 triliun, dan makan siang gratis anggarannya pas 70 triliun,” ujar Bhima.
Selain itu, Bhima juga menambahkan bahwa dengan adanya PPN 12 persen ini, maka harga akhir membengkak dan berdampak ke konsumen. “BBM kena PPN, beli mobil kena PPN, alias seluruh alur distribusi kena PPN,” ucapnya.
Tidak hanya itu. Bhima juga menyoroti kemungkinan berupa efek dampak kumulatif tambahan pengeluaran. “Orang miskin bisa kena efek kumulatif tambahan pengeluaran sebesar Rp 100.000, plus kelas menengah pengeluaran naik sebesar Rp 350.000,” pungkasnya. (*)
Sumber: disway news network