Rektor UM Tegaskan Dosen Harus Jadi Teladan Antikorupsi, Singgung Plagiasi sebagai Contoh Korupsi Akademik
--
KLOJEN, DISWAYMALANG.ID - Rektor Universitas Negeri Malang (UM), Prof. Dr. Hariyono, M.Pd., menegaskan bahwa pembangunan integritas akademik tidak bisa ditunda lagi. Dalam penutupan kegiatan Penguatan Kapasitas Dosen dan Calon Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Antikorupsi yang digelar di Aula Graha Rektorat Lantai 9, Rabu (23/7), Prof. Hariyono menyoroti pentingnya peran dosen sebagai teladan dalam membangun budaya akademik yang bersih dan jujur.
“Korupsi bukan hanya soal politik. Ia juga menjangkiti dunia akademik. Ketika dosen melakukan plagiasi, mahasiswa akan menganggap itu hal biasa,” tegasnya.
Kegiatan ini dihadiri sejumlah pejabat Kementerian Pendidikan, narasumber nasional, serta Direktur SDMK dan Kasubdit Humas dan Kerja Sama. Acara tersebut membahas berbagai strategi memperkuat pendidikan antikorupsi di lingkungan perguruan tinggi.
Dalam sambutannya, Prof. Hariyono mengutip pemikiran filsuf Plato, bahwa pendidikan sejatinya bukan hanya transfer ilmu, melainkan juga penanaman nilai. Ia menekankan perlunya mengubah doksa (opini atau kebiasaan tanpa dasar) menjadi logos (pengetahuan berbasis kebenaran), agar kampus tidak menjadi tempat subur bagi sikap permisif terhadap praktik koruptif.
“Kalau ingin mahasiswa tidak korupsi, dosennya harus memberi contoh. Harus mulai dari diri sendiri,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya growth mindset di kalangan dosen dan mahasiswa. Agar, proses belajar tak berhenti pada tataran kognitif, tetapi juga membentuk karakter tangguh dan tanggung jawab moral.
BACA JUGA:Emas Digital atau Fisik? Preferensi Investasi Publik Indonesia Terkuak Lewat Survei Terbaru
BACA JUGA:Dosen FK UB Sebut Sound Horeg Dapat Merusak Telinga, Bahkan Bisa Tuli
Dalam paparannya, Prof. Hariyono mencontohkan sistem keamanan kampus di Taiwan yang hanya dijaga lima petugas untuk 20 ribu mahasiswa, sebagai refleksi integritas masyarakat. Ia mendorong agar kampus di Indonesia meniru semangat tersebut, bukan hanya membangun sistem fisik, tetapi juga kultur kejujuran.
Ia juga menyoroti fenomena gratifikasi yang sering dibungkus dengan dalih budaya, seperti “salam tempel”, serta mengkritik praktik involusi, yakni kecenderungan masyarakat fokus pada hal remeh namun mengabaikan nilai esensial.
“Jangan sampai kita menganggap babi haram, tapi gratifikasi dianggap halal. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal moral dan spiritual,” ucapnya tajam.
Menurut Prof. Hariyono, dosen tidak hanya bertugas mengajar di ruang kelas, tetapi juga membentuk karakter mahasiswa melalui interaksi sehari-hari, bimbingan skripsi, dan kolaborasi riset.
Sumber:
