Melalui Riset, Tiga Mahasiswa UB Ini Usulkan Mahasiswa Jadi Aktor Mediasi Masalah Sound Horeg
Ibnus Shabil (angkatan 2023), Fitriani (2023), dan Rifan Romadhoni (2024)--prasetya.ub.ac.id
Lebih lanjut, Ibnus menyampaikan bahwa mahasiswa punya potensi besar sebagai mediator karena berada di posisi tengah yang cukup strategis. Ia menjelaskan bahwa peran mahasiswa tidak hanya sebatas agen perubahan, tetapi juga sebagai penengah yang memahami perspektif berbagai pihak.
“Mahasiswa memiliki kelebihan yang tidak dimiliki kelompok lain. Kami punya akses ke ilmu pengetahuan, kami dilatih berpikir kritis, dan kami bisa menjangkau banyak kelompok masyarakat," katanya.
Tapi, lanjut Ibnus, sayangnya, tidak banyak yang sadar bahwa peran itu bisa digunakan untuk hal-hal yang sangat konkret. Seperti memfasilitasi dialog atau menyusun solusi kebijakan.
"Kami ingin membuktikan bahwa mahasiswa tidak harus selalu turun dengan demonstrasi, ada cara lain yang lebih inklusif dan solutif, yakni melalui edukasi dan mediasi,” jelasnya.
BACA JUGA:Tim Arung Jeram Putri Kota Batu Sabet Emas PORPROV IX Jatim 2025 di Nomor R6 Down River Race
Pendekatan Kolaboratif
Ibnus menambahkan, bahwa tantangan utama dari konflik seperti ini adalah membangun kesadaran bersama. Menurutnya, selama ini banyak pendekatan penyelesaian yang hanya bersifat hukum formal, tanpa menyentuh akar budaya dan kebiasaan masyarakat.
“Kami tidak menyalahkan siapa-siapa. Tetapi kami percaya bahwa solusi yang baik adalah solusi yang melibatkan semua pihak," tambah Ibnus.
Karena itulah, dalam karya ini Ibnus dan tim menawarkan pendekatan yang kolaboratif dan partisipatif.
Pemerintah, menurut Ibnus, harus tegas dalam penegakan regulasi, baik dalam hal volume suara, waktu pelaksanaan, maupun lokasi kegiatan. Namun, masyarakat juga perlu diedukasi. Pelaku budaya harus dilibatkan dalam dialog, bukan dimusuhi.
"Dan mahasiswa bisa menjadi penghubung di antara semua itu,” ujar Ibnus.
Sebagai kesimpulan, tim merekomendasikan beberapa hal penting. Yakni: penegakan regulasi ketat oleh pemerintah daerah terkait kebisingan dan lokasi penyelenggaraan sound horeg, peningkatan kapasitas mahasiswa dalam bidang mediasi dan advokasi, edukasi publik yang berkelanjutan melalui kegiatan kampus dan organisasi, serta penempatan kegiatan budaya di lokasi yang aman dengan pengawasan partisipatif oleh warga. (*)
Sumber: prasetya.ub.ac.id
