Presentasi Artikel tentang Konservasi Rumah Joglo, Dosen Arsitektur UB Raih Best Paper Award di Bangkok
Dr.techn. Ar. Ir. Yusfan Adeputera Yusran, ST., MT.Ars., IPM, ASEAN Eng., IAI., GP. saat presentasi di ICRP, Bangkok--prasetya.ub.ac.id
LOWOKWARU, DISWAYMALANG.ID--Kembali akademisi Universitas Brawijaya (UB) berjaya di forum internasional. Kali ini Dr.techn. Ar. Ir. Yusfan Adeputera Yusran, ST., MT.Ars., IPM, ASEAN Eng., IAI., GP. yang meraih penghargaan Best Paper saat tampil di The 7th International Conference on Rebuilding Place (ICRP) 2025 di Chulalongkorn University, Bangkok, akhir September ini.
Dosen Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik (FT) mempresentasikan paper tentang konservasi Rumah Joglo. Lengkapnya paper dari hasil penelitian di Ponorogo itu, berjudul Adaptive Reuse of Translocated Joglo Houses in Indonesia (Case study in Grogol Hamlet, Ponorogo Regency, East Java).
Dalam penelitiannya bersama mahasiswa bimbingan program magisternya, Yusfan mengupas fenomena translokasi atau pemindahan rumah adat Joglo Bucu di Desa Grogol, Ponorogo. Dari hasil penelitian ditemukan, translokasi ini sebagai strategi konservasi ex-situ. Atau, pelestarian di luar situs asli.
Riset ini menyoroti bagaimana praktik pemindahan tersebut tidak hanya melestarikan bentuk fisik. Tetapi juga nilai-nilai filosofis dan budaya Jawa.
Menurut Yusfan, dalam kerangka konservasi arsitektur, translokasi dikategorikan sebagai pendekatan konservasi ex-situ. ''Yang berarti pelestarian di luar situs asli sambil mempertahankan integritas bentuk, bahan, struktur, dan nilai budaya bangunan,” kata Yusfan dalam keterangannya_.saat ditemui di Malang, Sabtu (4/10).

Rumah joglo Anies Baswedan, salah satu contoh rumah joglo asal Ponorogo yang mengalami translokasi ex-situ --aniesbaswedan.com
Urutan Translokasi
Yusfan menambahkan, dalam pelaksanaan translokasi rumah joglo, prosesnya mengikuti urutan tertentu. Griyo ngajeng atau bagian depan rumah joglo yang juga bagian utama, sering direkonstruksi terakhir. Yang lebih dulu ditranslokasi adalah komponen griyo wingking seperti pawon (dapur), senthong (kamar tidur), dan gandok (sayap samping).
“Urutan ini mencerminkan prinsip nilai dan hierarki fungsional yang tertanam dalam budaya Jawa,'' jelasnya.
Meskipun demikian, lanjut Yusfan, translokasi bukan tanpa tantangan. Relokasi dan penggunaan kembali bangunan dapat mempengaruhi makna budaya yang melekat. ''Terutama jika konteks baru tidak mendukung nilai aslinya,” tambahnya.
Dia menjelaskan, dalam masyarakat Jawa, konservasi dianggap sebagai proses yang aktif dan dinamis. Bukan sekadar daripada pelestarian statis dari struktur fisik.
“Konsep ini perlu dipertahankan tidak hanya bangunan tetapi juga harapan, nilai, dan cara berpikir yang menginformasikan bagaimana masyarakat membangun dan menghuni ruang sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari,” katanya.
BACA JUGA:Refleksi 80 Tahun TNI: Dari Laskar Rakyat hingga Garda Terdepan Pertahanan Indonesia
Inisiasi Kerja Sama
ICRP adalah forum internasional bergengsi yang mempertemukan pakar dan akademisi dari berbagai disiplin ilmu untuk bertukar pengetahuan dan mempromosikan strategi pembangunan berkelanjutan. Konferensi tahun ini merupakan rangkaian dari Bangkok Climate Action Week (BKKCAW) 2025 dan menghadirkan lebih dari 120 presenter dari berbagai negara.
Selain Yusfan, ada dua dosen departemen Arsitektur UB lain yang juga mengikuti konferensi di ibu kota Thailand ini. Yakni, Ar. Subhan Ramdlani, ST., MT., IAI, CIQaR., CIQnR., dan Ar. Ir. Heru Sufianto, M.Arch.St, Ph.D, IAI.
Sumber: prasetya.ub.ac.id
