MALANG, DISWAYMALANG.ID--Dunia memperingati International Day of the Girl Child setiap 14 November. Hal ini sebagai pengingat global bahwa anak perempuan masih menghadapi tantangan yang tidak dialami oleh anak laki-laki. Mulai akses pendidikan, kesehatan, hingga risiko kekerasan berbasis gender.
Di Indonesia, peringatan tahun ini menjadi relevan. Mengingat sejumlah indikator perlindungan anak perempuan yang menunjukkan urgensi. Terutama untuk memperkuat kebijakan dan edukasi masyarakat.
Peringatan ini diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai bentuk perhatian terhadap isu ketimpangan yang menghambat tumbuh kembang anak perempuan di berbagai negara. Di Indonesia, sejumlah data dari kementerian dan lembaga pemerhati anak menunjukkan bahwa anak perempuan masih rentan.
Khususnya terhadap kasus kekerasan seksual, perkawinan anak, serta kesenjangan akses terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif.
BACA JUGA:KAI Daop 8 Surabaya Gandeng Komunitas Kereta, Sosialisasi Anti Pelecehan Seksual di Stasiun Malang
Pendidikan dan Akses Kesehatan Masih Menjadi Tantangan
Meski angka partisipasi sekolah anak perempuan terus meningkat, kendala ekonomi keluarga, budaya patriarki di sebagian wilayah. Serta minimnya akses layanan kesehatan reproduksi remaja masih menjadi faktor yang membayangi.
Kondisi ini diperkuat oleh temuan berbagai lembaga daerah. Mereka menyebut banyak anak perempuan remaja belum memiliki pengetahuan memadai. Bahkan terkait kesehatan menstruasi maupun perlindungan diri dari kekerasan.
Pada Hari Anak Perempuan Internasional, berbagai lapisan sekolah maupun orgasisasi di Indonesia dapat melakukan kampanye edukasi mengenai kesehatan mental dan kesehatan reproduksi remaja.
Termasuk sesi literasi digital untuk mencegah perundungan dan kekerasan daring. Sebab, ancaman kekerasan berbasis teknologi semakin meningkat di kalangan remaja perempuan yang aktif menggunakan media sosial.
Perkawinan Anak Masih Jadi PR Besar
Isu lain yang menjadi sorotan adalah perkawinan anak. Beberapa wilayah masih mencatat tingginya dispensasi menikah yang diajukan orang tua ke pengadilan agama. Meski Undang-Undang telah menaikkan batas minimal usia menikah menjadi 19 tahun.
Tekanan sosial dan ekonomi membuat anak perempuan tetap berpotensi terdorong memasuki pernikahan dini.
Sepanjang 2025, di Kabupten Malang Terjadi 547 Anak Perempuan
Di Kabupaten Malang, fenomena anak perempuan di bawah umur menikah cukup tinggi. Tercatat sejak Januari hingga September 2025, Pengadilan Agama Kabupaten Malang mencatat 547 permohonan dispensasi nikah dari anak perempuan di bawah umur.
Angka tersebut tren peningkatan dari bulan ke bulan, dengan lonjakan tertinggi pada September 2025 yang mencapai 121 perkara.
Mengutip Humas Pengadilan Agama Kabupaten Malang Muhammad Khoirul, Senin (3/11/2025) , sebagian besar pengajuan pernikahan anak perempuan dilakukan karena kehamilan di luar nikah. Juga, pernikahan siri yang sudah lebih dulu berlangsung.
Selain karena hamil di luar nikah, ada pula permohonan dari anak perempuan yang sudah tidak bersekolah dan memilih bekerja. “Faktor ekonomi sebenarnya bukan alasan utama. Rata-rata mereka memang sudah tidak sekolah, punya pacar, dan memutuskan untuk menikah,” ujar Khoirul.
Dari seluruh permohonan yang masuk, mayoritas pemohon berusia di atas 16 tahun, meski masih terdapat beberapa kasus anak di bawah usia tersebut. “Kebanyakan sudah mendekati usia 19 tahun, tapi karena belum cukup umur secara hukum, tetap harus mengajukan dispensasi,” jelas Khoirul.
Nikah Dini di Kota Malang Juga Tergolong Tinggi
Sementara, nikah dini di Kota Malang juga tergolong tinggi menurut Wakil Wali Kota Malang Ali Muthohirin dan perlu menjadi perhatian bersama. “Pada tahun 2024, tercatat ada 92 kasus pernikahan anak, dan yang paling banyak berasal dari Kecamatan Kedungkandang,” ungkapnya pada 7 Juli 2025 di Kampus UIN Malang.
Tren Penurunan Nikah Dini di Kota Batu
Sedangkan tren pernikahan dini di Kota Batu menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Sepanjang Januari-Mei 2025 hanya terdapat 8 pernikahan yang dilakukan anak usia dibawah 19 tahun. Menurun dibandingkan dengan tahun 2024 yang di periode yang sama terdapat 11 pernikahan dini.