Transformasi Jatim: Dari Krisis Gizi 2023, Menjadi Pusat Penggerak Nasional Penanganan Gizi Buruk 2025
Ilustrasi masalah kesehatan anak yang menghantui orang tua adalah gizi buruk pada wanita--The Asian Parents
MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Dua tahun lalu, Jawa Timur menjadi sorotan nasional bukan karena prestasi, melainkan karena tantangan besar dalam bidang pangan dan gizi.
Menurut laporan Badan Pangan Nasional 2023, provinsi ini menempati posisi kedua tertinggi di Indonesia dengan 3,36 juta penduduk kekurangan gizi, hanya kalah dari Jawa Tengah yang mencapai 3,92 juta jiwa.
Ironisnya, kondisi tersebut terjadi di tengah melimpahnya produksi pangan Jawa Timur yang dikenal sebagai lumbung padi nasional.
Ketimpangan distribusi pangan, rendahnya literasi gizi keluarga, serta akses layanan kesehatan yang tidak merata menjadi faktor utama penyebab masih tingginya kasus kekurangan gizi di wilayah ini.
Daerah-daerah dengan kerentanan tinggi seperti Madura, Bondowoso, dan Lumajang bahkan mencatat angka prevalensi gizi buruk yang jauh di atas rata-rata nasional.
Namun, memasuki tahun 2025, arah kebijakan dan pendekatan lapangan menunjukkan perubahan signifikan. Jawa Timur kini bukan hanya fokus pada produksi pangan, tetapi juga memperkuat ketahanan gizi berbasis komunitas.
491 Kampung KB Aktif: Bukti Nyata Aksi Kolektif Jawa Timur
Data terbaru dari BKKBN (2025) mencatat bahwa 491 Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) di Jawa Timur telah aktif melaksanakan program tata laksana gizi buruk terhadap balita, menjadikannya provinsi dengan jumlah Kampung KB terbanyak di Indonesia.
Angka ini jauh melampaui Jawa Tengah (248 kampung) dan Banten (232 kampung), serta mengungguli daerah lain seperti Sulawesi Selatan (208 kampung) dan Sulawesi Tenggara (187 kampung).
Kampung KB menjadi motor utama dalam pendekatan sosial berbasis partisipasi masyarakat untuk melawan gizi buruk.
Melalui kolaborasi lintas sektor antara kader Posyandu, tenaga kesehatan, dan pemerintah desa program ini mencakup edukasi gizi seimbang, pemberian makanan tambahan (PMT), pemantauan tumbuh kembang anak, hingga pelatihan ekonomi keluarga.
Pendekatan PGBT: Strategi Ilmiah, Humanis, dan Terintegrasi
Transformasi Jawa Timur tidak lepas dari penerapan Pendekatan Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) yang direkomendasikan oleh PBB sejak 2007 dan diadopsi UNICEF bersama Kementerian Kesehatan Indonesia.
Pendekatan ini menitikberatkan pada empat langkah strategis:
- Akses dan Cakupan Maksimum: memastikan layanan gizi tersedia hingga ke desa melalui Puskesmas dan Posyandu.
- Perawatan Tepat Sasaran: menyesuaikan intervensi gizi sesuai kondisi medis anak tanpa harus selalu dirawat di rumah sakit.
- Deteksi Dini Wasting: melatih masyarakat menggunakan pita LiLA untuk mengenali tanda-tanda gizi buruk sejak awal.
- Pemantauan Berkelanjutan: memastikan anak yang sembuh tidak kembali mengalami kekurangan gizi.
Pendekatan PGBT ini kini menjadi model implementasi nasional yang menunjukkan hasil konkret di Jawa Timur provinsi yang berhasil mengubah arah kebijakan gizi dari reaktif menjadi preventif.
Mengurai Akar Masalah: Literasi Gizi, Ekonomi, dan Sanitasi
Meski capaian 2025 menunjukkan kemajuan, tantangan di lapangan tetap kompleks. Banyak keluarga masih memiliki pengetahuan terbatas tentang kandungan gizi makanan, sementara faktor ekonomi membuat mereka cenderung mengonsumsi makanan berbiaya rendah dengan nilai nutrisi minim.
Sumber: badan pusat statistik
