30 Maret Hari Bipolar Sedunia: Bipolar Masalah Kesehatan Mental, Apakah Cukup Diobati dengan "Iman"?

30 Maret Hari Bipolar Sedunia:  Bipolar Masalah Kesehatan Mental, Apakah Cukup Diobati dengan

-Vecteezy-

MALANG, DISWAYMALANG.ID --Selamat hari bipolar sedunia! Namun, sayangnya, tahukah kamu, masih banyak orang yang menganggap bipolar sebagai akibat dari kurang bersyukur atau lemahnya iman.

Sebuah studi dari International Journal of Social Psychiatry (2022) menemukan bahwa lebih dari 40 persen masyarakat di beberapa negara berkembang percaya bahwa gangguan bipolar bisa diatasi hanya dengan berpikir positif atau meningkatkan spiritualitas.

Di Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang, persepsi ini juga kerap muncul, menyebabkan penderita bipolar merasa dikucilkan dan enggan mencari bantuan profesional!

Berikut sembilan hal yang perlu Anda tahu tentang bipolar.  

1. Bipolar Bukan Sekadar Naik-Turun Mood

Gangguan bipolar sering dianggap hanya sebagai perubahan suasana hati yang ekstrem. Padahal, menurut American Psychiatric Association (APA), bipolar adalah gangguan mental serius yang memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak. Episode mania dan depresi yang dialami penderita bisa sangat mengganggu kehidupan sehari-hari, bahkan meningkatkan risiko bunuh diri hingga 20 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum!

Selain itu, bipolar tidak sama dengan sekadar "mood swing" biasa. Seseorang yang mengalami episode mania bisa merasa sangat energik, berbicara cepat, atau membuat keputusan impulsif yang berisiko, sementara dalam fase depresi, mereka bisa kehilangan motivasi, merasa putus asa, atau bahkan memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup. Pemahaman ini penting agar masyarakat tidak meremehkan kondisi bipolar.

2. Stigma Bipolar dan Kaitannya dengan Spiritualitas di Indonesia

Sebuah penelitian dari Asian Journal of Psychiatry (2022) menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen masyarakat, khususnya Asia Tenggara, seperti Indonesia masih mengaitkan bipolar dengan masalah spiritual atau gangguan gaib. Banyak penderita bipolar yang akhirnya lebih memilih pergi ke orang pintar atau pemuka agama daripada menemui psikolog atau psikiater. Hal ini memperlambat diagnosis dan penanganan yang tepat, sehingga kondisi mereka semakin memburuk.

Pendekatan spiritual tentu bisa menjadi bagian dari proses pemulihan, tetapi bukan satu-satunya solusi. Gangguan bipolar adalah kondisi medis yang membutuhkan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis. Mengandalkan doa saja tanpa perawatan medis justru bisa memperburuk keadaan penderita karena mereka tidak mendapatkan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

3. Takut Mencari Bantuan: Efek dari Stigma yang Kuat

Karena stigma yang masih tinggi, banyak penderita bipolar takut untuk terbuka atau mencari pertolongan. Menurut laporan World Health Organization (WHO), hanya sekitar 20 persen penderita gangguan bipolar di negara berkembang yang menerima perawatan medis yang tepat. Ketakutan akan diskriminasi dan anggapan bahwa mereka hanya "berlebihan" membuat banyak penderita enggan mencari pertolongan profesional!

Ketakutan ini membuat banyak penderita bipolar terlambat didiagnosis dan akhirnya mengalami dampak negatif yang lebih parah. Padahal, semakin cepat seseorang mendapatkan perawatan, semakin baik pula kualitas hidup yang bisa mereka capai. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mulai membuka diri dan memahami bahwa mencari bantuan kesehatan mental bukanlah tanda kelemahan, melainkan langkah cerdas untuk memperbaiki kehidupan.

4. Media dan Peranannya dalam Membentuk Persepsi Bipolar

Film, serial, dan berita sering kali menggambarkan penderita bipolar sebagai sosok yang berbahaya atau tidak stabil. Menurut studi dari Journal of Mental Health (2023), lebih dari 70 persen representasi gangguan bipolar dalam media bersifat negatif atau keliru. Gambaran ini semakin memperkuat stigma dan membuat masyarakat sulit memahami realitas dari gangguan bipolar!

5. Mitos vs Fakta: Mematahkan Pemahaman yang Keliru

Salah satu mitos terbesar adalah anggapan bahwa penderita bipolar tidak bisa menjalani kehidupan normal. Faktanya, dengan perawatan yang tepat—termasuk terapi dan pengobatan—banyak penderita yang bisa bekerja, menjalin hubungan, dan mencapai kesuksesan. Contohnya, beberapa figur publik seperti Demi Lovato dan Mariah Carey telah terbuka tentang perjuangan mereka dengan bipolar dan bagaimana mereka bisa tetap produktif

6. Mengapa Diagnosis Dini Itu Penting?

Diagnosis dini bisa membantu penderita mendapatkan penanganan yang lebih efektif. Studi dari National Institute of Mental Health (NIMH) menunjukkan bahwa semakin cepat seseorang didiagnosis dan mendapatkan terapi, semakin besar peluangnya untuk menjalani hidup yang stabil. Sayangnya, di negara berkembangkan, waktu rata-rata seseorang mendapatkan diagnosis bipolar bisa mencapai 7-10 tahun setelah gejala pertama muncul.

7. Peran Dukungan Keluarga dan Lingkungan

Dukungan sosial memainkan peran besar dalam pemulihan penderita bipolar. Menurut Psychiatric Services Journal (2024), penderita yang memiliki support system yang baik dari keluarga dan teman cenderung lebih mudah mengelola gejala mereka. Edukasi kepada keluarga mengenai bipolar bisa mengurangi miskonsepsi dan meningkatkan empati terhadap penderita!

8. Kampanye Kesadaran: Mengapa Ini Penting?

Sumber: international journal of social psychiatry