1 tahun disway

Indeks Optimisme Politik 2025 Anjlok, Korupsi Jadi Momok Utama yang Guncang Kepercayaan Publik

Indeks Optimisme Politik 2025 Anjlok, Korupsi Jadi Momok Utama yang Guncang Kepercayaan Publik

Ilustrasi rapat paripurna DPR RI--Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Optimisme masyarakat terhadap masa depan politik Indonesia kembali diuji.

Hasil Indeks Optimisme 2025 yang dirilis oleh Tim Riset GoodStats menegaskan bahwa dimensi politik dan pemerintahan menjadi titik terlemah dari delapan aspek kehidupan yang diukur.

Skornya hanya mencapai 3,87 dari skala 0 hingga 10, jauh di bawah rata-rata, dan mencerminkan pesimisme yang semakin dalam di tengah masyarakat.

Korupsi, Luka Lama yang Belum Sembuh

Di antara indikator yang dinilai, korupsi muncul sebagai penyumbang pesimisme terbesar. Sebanyak 67,4 persen responden menilai pesimis bahwa kasus korupsi akan berkurang dalam waktu dekat.

Hanya 14,4 persen yang optimis, sementara sisanya memilih netral. Angka ini memperlihatkan bahwa janji pemberantasan korupsi yang sering digaungkan pemimpin belum memberikan dampak nyata.

Kecurigaan masyarakat bukan tanpa alasan. Korupsi dianggap bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan penyakit kronis dalam birokrasi dan tata kelola negara.

Budayawan sekaligus filsuf Romo Franz Magnis-Suseno menegaskan bahwa korupsi adalah ancaman serius bagi masa depan bangsa.

Menurutnya, upaya pemberantasan hanya akan berhasil bila individu dalam pemerintahan menumbuhkan karakter jujur dan bertanggung jawab, bukan sekadar karena adanya aturan atau ancaman hukuman.

BACA JUGA:Mau Nongkrong Sambil Foto Lucu? Ini 9 Cafe di Malang dengan Photobox yang Bisa Kamu Coba

Transparansi dan Suara Publik Masih Tertutup

Selain korupsi, transparansi dan akuntabilitas pemerintah juga dipandang lemah. Sebanyak 60,1 persen responden menyatakan pesimis pemerintah akan lebih terbuka dalam pengelolaan negara.

Padahal, keterbukaan informasi menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik.

Hal lain yang membuat publik kecewa adalah minimnya ruang bagi suara masyarakat dalam kebijakan publik.

Hanya 22,4 persen responden yang optimis aspirasi rakyat akan memiliki ruang lebih besar. Sementara mayoritas, yakni 53,3 persen tetap pesimis bahwa kebijakan negara benar-benar mencerminkan kebutuhan warga.

BACA JUGA:22 Agustus Juga Hari Internasional untuk Mengenang Korban Kekerasan Agama, Momentum Global Menolak Intoleransi

Indeks yang Turun Drastis

Sumber: goodstats