Pameran Arsip dan Diskusi Marsinah: Ruang Refleksi Kekerasan Berbasis Gender dan Perjuangan Buruh
Pameran Arsip Marsinah dan diskusi di Nocca Caffe membuka ruang refleksi tentang kekerasan berbasis gender, perjuangan buruh, dan peran komunitas perempuan di Malang.-Martinus Ikrar Raditya-Disway Malang
Nanda, seorang yang mendesain layout pameran kali ini menuturkan, "Saya cukup bangga dengan teman-teman yang mau meluangkan waktunya untuk gelaran ini, serta kami dari Nocca Coffe memang ingin memberikan tempat bagi mereka yang ingin menyuarakan kebenarannya. Melihat effort teman-teman, jadi kami berfikir untuk menambah waktu pameran ini berlangsung hingga esok hari Rabu, 10 November 2025."
Atmosfer Diskusi: Lebih dari Sekadar Keramaian

Foto lampau marsinah juga ditampilkan dalam gelaran ini, Nocca Caffe, 9 Desember 2025-Martinus Ikrar Raditya-Disway Malang
Bagi Women Malang Bergerak, keberhasilan acara tersebut tidak diukur dari jumlah audiens. “Kami tidak mengejar banyaknya orang. Kami mengejar apakah atmosfer pengetahuan gender bisa hidup di ruangan itu,” kata Meri.
Women Malang Bergerak menggelar acara tersebut berkolaborasi dengan Padepokan Sastra Tan Tular Walandhit Pakis, dan Paguyuban Literasi Malang.
Agenda itu dijaga ketat sebagai ruang aman: tanpa asap rokok, ramah anak, dan terbuka bagi siapa saja. Bahkan menurut Meri, keputusan melarang rokok merupakan sikap politik untuk memastikan tubuh perempuan dan kelompok rentan bebas dari intimidasi lingkungan.
“Kesehatan dan kenyamanan adalah hak. Itu bagian dari ruang aman,” tambahnya.
Penampilan Puisi dan Monolog: Luka yang Diucapkan
Sebelum diskusi dimulai, pengunjung disuguhi dua penampilan puisi yang mengejutkan dan memukul emosi.
Penampilan pertama menggambarkan jeratan kapitalisme dan rapuhnya jaminan kesehatan buruh. Bait-baitnya menggambarkan pekerja kesehatan yang kelelahan, pasien miskin yang tak mampu membeli obat, serta kritik pedas pada regulasi BPJS:
BACA JUGA: 29 November, Hari Perempuan Pembela HAM: Ancaman Masih Nyata pada 2025, Ini Datanya
“Poli rawat jalan krisis obat sebab anggaran pemerintah tidak tepat.
Buruh berseragam yang sering dianggap jahat, ternyata kondisinya sama-sama sekarat…
Negara memang ingin kita saling melukai.”
Penonton terdiam, beberapa memegang dada atau menunduk.
Penampilan kedua, lebih lirih namun tak kalah kuat, memusat pada suara perempuan yang mencari ruang aman:
“Aku hanyalah seorang perempuan biasa
Sumber:
