1 tahun disway

2 Desember Hari Penghapusan Perbudakan, Peringatan untuk Cegah Berulangny Eksploitasi Manusia

2 Desember Hari Penghapusan Perbudakan, Peringatan untuk Cegah Berulangny Eksploitasi Manusia

Hari ini, 2 Desember, dunia memperingati International Day for the Abolition of Slavery.-Elsa Amalia Kartika Putri-canva

MALANGRAYA, DISWAYMALANG.ID-- 2 Desember 2025 diperingati sebagai "International Day for the Abolition of Slaverym" Yakni, peringatan global yang ditetapkan untuk mengingat perjuangan melawan perbudakan dan perdagangan manusia.

Peringatan ini.masih relevan, mengingat pada era modern pun, kegiatan sejenis  perbudakan belum benar-benar musnah. Di Indonesia praktik seperti perdagangan orang, dan eksploitasi buruh tetap menjadi masalah besar. Di tengah retorika kemerdekaan dan HAM, banyak korban yang masih terjebak dalam belenggu eksploitasi, seringkali tanpa suara.

Sejarah Peringatan

Peringatan ini berakar pada tanggal adopsi konvensi internasional anti-perdagangan dan eksploitasi manusia (resolusi 317(IV), 2 Desember 1949) oleh United Nations. Tujuan hari ini adalah untuk menggalang kesadaran bahwa bentuk-bentuk perbudakan modern. Seperti kerja paksa, jeratan utang, perdagangan manusia, eksploitasi seksual, dan perekrutan paksa anak yang harus dilawan secara sistemik.

BACA JUGA: 29 November, Hari Perempuan Pembela HAM: Ancaman Masih Nyata pada 2025, Ini Datanya

Kondisi Mirip Perbudakan Modern 

Meski perbudakan tradisional telah lama dihapuskan, berbagai laporan internasional menunjukkan bahwa praktik perbudakan modern masih membayangi Indonesia hingga 2024–2025. Global Slavery Index 2023 mencatat 1,83 juta orang di Indonesia hidup dalam situasi modern slavery. Atau sekitar 6,7 per 1.000 penduduk, mencakup kerja paksa, perdagangan manusia, jeratan utang, dan eksploitasi seksual komersial.

Temuan itu diperkuat riset ILO–BRIN tahun 2025 yang mengungkap sedikitnya 1.050 awak kapal perikanan di 18 pelabuhan nasional bekerja dalam kondisi kerja paksa berjam-jam di laut. Tanpa kontrak layak, intimidasi, ancaman, hingga tidak adanya kebebasan berpindah kerja. Sementara laporan ILO global memperingatkan lonjakan korban perempuan dan anak dalam rantai perbudakan modern di Asia Tenggara. Terutama pada sektor domestik, migrasi ilegal, hingga industri daring berisiko tinggi.

Karena praktik ini sering tersembunyi, tidak dilaporkan, atau dilakukan melalui jaringan kriminal lintas negara. Lembaga internasional menilai angka sebenarnya kemungkinan jauh lebih besar dari data resmi. Deretan fakta tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi urgensi besar. Dalam memperkuat perlindungan pekerja, pemberantasan perdagangan manusia, serta penegakan hukum terhadap bentuk-bentuk perbudakan modern yang terus beradaptasi mengikuti perkembangan ekonomi dan migrasi regional. Hal Ini menempatkan Indonesia dalam top 10 negara dengan jumlah korban terbanyak di Asia Pasifik. 

BACA JUGA:Hari Jurnalis Internasional 19 November: Kebebasan Pers Indonesia Masih Terdesak, Ingat Teror Kepala Babi!

Bentuk perbudakan modern di Indonesia melingkupi berbagai sektor. Mulai dari sektor kelapa sawit, konstruksi, manufaktur, perikanan, hingga pekerjaan rumah tangga. Korban sering berasal dari keluarga miskin, migran, atau mereka yang memiliki sedikit akses pendidikan dan informasi, sehingga mudah dijebak dengan janji pekerjaan atau upah besar. 

Kasus perdagangan manusia dan eksploitasi buruh migran terus menjadi catatan kelam. Komnas HAM menyebut Indonesia telah masuk ke dalam “zona perbudakan dunia terbesar.” Menegaskan bahwa tindakan pencegahan dan penanganan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) harus menjadi prioritas nasional. 

Dampak bagi Korban dan Urgensi Perubahan

Bagi korban, perbudakan modern bukan sekadar kehilangan kebebasan. Tetapi juga hilangnya harapan, masa depan, bahkan hak hidup dan hak asasi dasar. Banyak korban yang dipaksa bekerja dalam kondisi ekstrem. Meliputi jam kerja panjang, upah rendah atau bahkan nihil, pemaksaan utang, penyiksaan, hingga eksploitasi seksual. Anak-anak dan perempuan menjadi kelompok paling rentan. 

Meski sudah ada regulasi nasional seperti UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO). Realitas di lapangan menunjukkan banyak celah, mulai dari rekrutmen ilegal, jerat utang, minimnya perlindungan korban, hingga lemahnya sistem penegakan hukum.

BACA JUGA:25 November Hari Penghapusan Kekerasan Perempuan: Ada 82 Kasus di Malang Raya Periode Januari-Juli 2025

Pemerintah bersama lembaga HAM dan organisasi sosial telah meningkatkan upaya. seperti adanya penyuluhan anti-perdagangan manusia, kampanye kesadaran, pengetatan regulasi, hingga pelebaran layanan pelindungan korban. Komnas HAM aktif mendorong penerapan protokol internasional dan pemenuhan hak korban. 

Sumber: walk free

Berita Terkait