Pejuang Skripsi, Merapat! Waspadai Logical Fallacy yang Bisa 'Meruntuhkan' Skripsi!

Senin 26-05-2025,16:55 WIB
Reporter : Immanuela Regina
Editor : Agung Pamujo

Untuk menghindari fallacy ini, penulis perlu menyadari bahwa realitas sosial dan fenomena ilmiah jarang bersifat biner. Hindari membingkai pembahasan sebagai “jika bukan A, maka pasti B.” Sebaliknya, gunakan kalimat yang mencerminkan nuansa dan variasi, seperti “salah satu faktor,” “berpotensi memengaruhi,” atau “dalam beberapa kasus.”

4. Circular Reasoning (Penalaran Melingkar)

Circular reasoning atau reasoning in a circle terjadi ketika kesimpulan yang ditarik sebenarnya tidak menambahkan informasi baru, hanya mengulang pernyataan awal dalam bentuk berbeda. Misalnya, dalam sebuah skripsi tentang promosi digital, penulis menyatakan bahwa “strategi promosi ini efektif karena menghasilkan hasil yang efektif.” Kalimat tersebut tidak memiliki nilai logika karena premis dan kesimpulannya identik secara isi.

Untuk menghindarinya, penulis perlu menambahkan data atau teori sebagai dasar argumen, bukan hanya bermain di tingkat bahasa.

Jelaskan mengapa strategi promosi tersebut efektif: apakah karena meningkatkan keterlibatan pengguna, menaikkan penjualan, atau memperluas jangkauan pasar. Gunakan metrik objektif dan jangan hanya mengulang pernyataan awal dalam bentuk parafrase.

BACA JUGA:Hati-hati! Kalau Tak Menguasai Teori yang Digunakan di Skripsi, Bisa Bikin Tertunda! Ini Tipsnya!

5. Ad Hominem Terselubung (Menyerang Subjek, Bukan Argumen)

Fallacy ini terjadi saat penulis melemahkan pendapat berdasarkan siapa yang menyampaikan, bukan berdasarkan isi argumennya. Misalnya, dalam diskusi kualitatif, penulis menolak argumen salah satu responden karena ia “belum lama bekerja” atau “masih mahasiswa baru.” Penolakan semacam ini tidak objektif karena tidak menilai kualitas argumen, melainkan latar belakang individu.

Pendekatan semacam ini dapat mengarah pada bias interpretasi dan diskriminasi naratif. Untuk menghindarinya, fokuskan analisis pada substansi jawaban responden. Jika ingin membatasi validitas, lakukan berdasarkan metode triangulasi data atau kesesuaian teori, bukan pada atribut personal yang tidak relevan secara ilmiah.

6. Straw Man (Menyederhanakan atau Mendistorsi Argumen)

Straw man terjadi ketika seseorang menyajikan versi yang lebih lemah atau keliru dari argumen lawan, lalu menyerang versi yang telah disederhanakan tersebut. Dalam skripsi, ini bisa terjadi ketika penulis mengkritik teori atau pendapat dari penelitian sebelumnya dengan cara menyalahartikan isinya. Contohnya: “Teori X tidak realistis karena tidak mempertimbangkan dinamika zaman sekarang.” Padahal teori tersebut justru mengakomodasi perubahan sosial dalam sub-bagiannya.

Straw man sering lahir dari pemahaman parsial terhadap sumber. Untuk menghindari kesalahan ini, penting untuk memahami argumen peneliti sebelumnya secara menyeluruh sebelum menanggapi atau mengkritiknya.

Jika ingin menyanggah suatu teori, kutip secara tepat, lalu berikan argumen tandingan yang didukung oleh bukti empiris.

7. Appeal to Popularity (Argumentum ad Populum)

Kesalahan logika ini muncul ketika penulis menganggap bahwa suatu pernyataan atau pandangan benar hanya karena banyak orang meyakininya. Dalam skripsi, ini bisa berbentuk kalimat seperti, “Sebagian besar mahasiswa percaya bahwa kuliah daring tidak efektif, maka bisa disimpulkan bahwa metode daring memang tidak layak digunakan.” Padahal, persepsi tidak selalu berbanding lurus dengan kenyataan empiris.

Dalam konteks penelitian ilmiah, opini populer hanya dapat dijadikan data persepsi, bukan bukti objektif. Untuk menyatakan bahwa sesuatu “tidak layak,” perlu disertai uji efektivitas, misalnya dengan membandingkan capaian akademik, retensi materi, atau engagement antar metode. Jangan menyamakan popularitas dengan validitas.

Kategori :