15 Oktober Juga Hari Perempuan Pedesaan Internasional, Besar Jasa dan Perannya, Masih Minim Penghargaannya
--
MALANG, DISWAYMALANG.ID--15 Oktober juga diperingati sebagai Hari Perempuan Pedesaan internasional. Peringatan yang diharapkan jadi momen yang penting untuk menghargai peran perempuan di desa. Dan, mengakui kontribusi mereka dalam memajukan pembangunan pedesaan dan pertanian di seluruh dunia.
Peringatan ini juga diharapkan bisa jadi pendorong untuk terus melaksanakan strategi pengarustamaan gender, khususnya dalam kebijakan pembangunan di pedesaan.
Lebih-lebih, pemerintah Indonesia telah mendeklarasikan Gerakan Peningkatan Keterlibatan Perempuan Melalui Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak. Gerakan ini menjadi salah satu upaya sinergi mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di desa.
Sejarah Hari Perempuan Pedesaan Internasional
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN) melalui resolusi 62/136 pada tanggal 18 Desember 2007, meresmikan 15 Oktober sebagai International Day of Rural Women (Hari Perempuan Pedesaan Internasional).
Hari internasional ini bertujuan untuk mengakui peran penting dan kontribusi perempuan pedesaan. Termasuk perempuan adat dalam meningkatkan pembangunan pertanian dan pedesaan, dan meningkatkan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan pedesaan.
Ide ini dikemukakan pada saat Konferensi Dunia Keempat yang membahas mengenai perempuan di Beijing, Cina pada tahun 1995. Pada saat itu peran perempuan di pedesaan mendapatkan sorotan khusus karena mereka memiliki kontribusi yang sangat penting dalam produksi pangan dan ketahanan pangan.
Masyarakat dunia pun merayakan Hari Perempuan Pedesaan dalam rangka memberi penghargaan bagi perempuan di pedesaan atas peran mereka. Terutama dalam meningkatkan pembangunan pertanian perdesaan, ketahanan pangan, dan memberantas kemiskinan perdesaan.
BACA JUGA:15 Oktober Hari Mencuci Tangan Sedunia, Ini Sejarah dan Penjelasan Manfaatnya
Peran Perempuan Pedesaan dalam Banyak Bidang
Dalam menyambut momen hari Perempuan Pedesaan Internasional, PBB merilis artikel mengulas peran perempuan pedesaan. Perempuan pedesaa. disebut sebagai penyumbang sebagian besar tenaga kerja pertanian. Termasuk pekerjaan informal, dan melakukan sebagian besar perawatan dan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar dalam keluarga dan rumah tangga di daerah pedesaan.
Mereka memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produksi pertanian, ketahanan pangan dan gizi, pengelolaan lahan dan sumber daya alam, serta membangun ketahanan iklim.
Meskipun demikian, perempuan dan anak perempuan di daerah pedesaan menderita kemiskinan multidimensi secara tidak proporsional. Mereka mungkin sama produktif dan giatnya dengan rekan-rekan laki-laki mereka, tetapi mereka kurang mampu mengakses lahan, kredit, input pertanian, pasar, dan rantai agrifood yang bernilai tinggi, serta mendapatkan harga yang lebih rendah untuk hasil panen mereka.
Masih Minim Penghargaan dan Akses yang Setara
Hambatan struktural dan norma sosial yang diskriminatif terus membatasi kekuatan pengambilan keputusan dan partisipasi politik perempuan dalam rumah tangga dan masyarakat pedesaan. Perempuan dan anak perempuan di daerah perdesaan tidak memiliki akses yang setara terhadap sumber daya dan aset produktif, layanan publik. Seperti, pendidikan dan kesehatan, serta infrastruktur, termasuk air dan sanitasi.
Sementara sebagian besar tenaga kerja mereka tetap tidak terlihat dan tidak dibayar. Bahkan ketika beban kerja mereka menjadi semakin berat akibat migrasi keluar yang dilakukan oleh kaum laki-laki.
Secara global, dengan sedikit pengecualian, setiap indikator gender dan pembangunan yang datanya tersedia menunjukkan bahwa perempuan pedesaan bernasib lebih buruk daripada laki-laki pedesaan dan perempuan perkotaan. Mereka secara tidak proporsional mengalami kemiskinan, pengucilan, dan dampak perubahan iklim.
Data Perempuan Pedesaan yang Bekerja
- Berpenghasilan rendah : 64 persen
- Memiliki lahan sendiri: 15 persen
- Belum punya akses kesehatan reproduksi: 30 persen
- Menikah muda: 50 persen*
- Tingkat pendidikan hingga sekolah lanjutan: 2 persen*
Sumber:
