Empat Guru Besar Baru UB Bidang Hukum, Teknik, Peternakan dan Administrasi

Empat Guru Besar Baru UB Bidang  Hukum, Teknik, Peternakan dan Administrasi

--

Prof. Dr. Herly Evanuarini, S.Pt., MP: 

Prof. Dr. Herly Evanuarini, S.Pt., M.P. sebagai Profesor aktif ke 20 di Fakultas Peternakan dan Profesor aktif ke 213 di UB.  Serta menjadi Profesor ke 389 dari seluruh Profesor yang telah dihasilkan oleh Universitas Brawijaya.

Dikukuhkan sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Teknologi Pengolahan Hasil Ternak pada Fakultas Peternakan, Prof. Herly menyampaikan pidato ilmiah berjudul “Silofa: Teknologi Emulsi Low Fat Mayonnaise dengan Penggunaan Penstabil Alami sebagai Pangan Fungsional”.

Prof Herly menyoroti tantangan perkembangan Industri pengolahan hasil ternak dalam beberapa dekade terakhir telah mengalami pergeseran arahm Terutama yang berkaitan dengan permintaan produk rendah lemak. Salah satunya adalah mayonnaise.

Permasalahan utama produk mayonnaise rendah lemak adalah ketidakstabilan emulsi produk yang antara lain berpengaruh terhadap daya simpan. Untuk itu, diperlukan Inovasi teknologi emulsi.

Prof Herly mengenalkan Silofa sebagai teknologi emulsi low fat mayonnaise berbasis penggunaan limbah agroindustri. Inovasi produk “Silofa” mayonnaise ini dapat mendukung upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dengan memberikan pilihan pangan yang sehat dan bergizi. 

Prof. Dr. Irwan Noor, MA

Prof. Dr. Drs. Irwan Noor, M.A.sebagai Profesor aktif ke 12 di Fakultas Ilmu Administrasi dan Profesor aktif ke 214 di UB  serta menjadi Profesor ke 390 dari seluruh Profesor yang telah dihasilkan oleh UB.

Dikukuhkan lsebagai Profesor di bidang Inovasi Pemerintahan Lokal, Prof. Irwan menyoroti soal pengutamaan kearifan lokal  tepat sebagai landasan moral dan etika pada pengambilan keputusan pemerintahan lokal. Nilai lokal ini dianggap lebih berkelanjutan dibanding jika mengandalkan solusi yang hanya bersifat universal dan berbasis teknologi semata. 

“Pendekatan konvensional terjebak pada aspek efisiensi dan teknologi dalam tata kelola. Sedangkan, integrasi kearifan budaya dan nilai spiritual bertujuan untuk menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, dengan mempertimbangkan keunikan dan kebutuhan spesifik dari komunitas lokal,” paparnya. 

Prof. Irwan mengintroduksi model WISH (wisdom. innovation, sustainability. harmoni). Model  ini menekankan pada keberlanjutan dan harmoni sebagai inti dari inovasi pemerintahan lokal. Pendekatan  holistik yang menekankan bahwa setiap langkah kebijakan inovasi dituntut oleh keselarasan dan keseimbangan antara kemajuan modern dan kelestarian nilai-nilai lokal.

Disampaikan dosen dari Fakultas Ilmu Administrasi ini, WISH memiliki keunikan karena menggabungkan kearifan budaya lokal dan nilai-nilai spiritual dengan teknologi modern. Nilai pentingnya yakni efisiensi dan kemajuan teknologi bukan sebagai pondasi utama dalam pengembangan inovasi, tetapi memperhitungkan dimensi non-material yang sering kali terabaikan. (*)

Sumber: humas ub