National Espresso Day 23 November: Malang Raya Kian Serius Menjadi Episentrum Budaya Kopi
Penyeduhan pembuatan espresso di mesin espresso yang menghasilkan crema pekat--getty images
MALANGRAYA, DISWAYMALANG.ID-- Hari ini diperingati sebagai National Espresso Day di Negara Amerika Serikat (AS). Sebuah momen perayaan internasional untuk menghormati kopi espresso “shot” kuat yang menjadi basis banyak minuman kopi modern. Di Indonesia, terutama di Malang Raya, gelombang budaya kopi espresso ini kian terasa melalui banyaknya kedai kopi modern yang mengadopsi gaya penyajian espresso sebagai simbol kualitas dan inovasi.
National Espresso Day dirayakan setiap tanggal 23 November, sebagai penghargaan terhadap kopi espresso dan pengaruhnya dalam budaya kopi global. Espresso sendiri diciptakan melalui teknik menyeduh kopi dengan menyuntikkan air panas bertekanan ke dalam bubuk kopi halus. Menghasilkan minuman pekat berlapis crema, bagian buih lembut di atas espresso yang mengandung gula dan minyak dari kopi.
Penemuan awal mesin espresso dikaitkan dengan Angelo Moriondo, yang mematenkan mesin uap pertama pada tahun 1884. Pada awal abad ke-20, Luigi Bezzera mengembangkan mesin espresso yang lebih praktis dan efektif, kemudian Desiderio Pavoni mengkomersialkannya. Perayaan hari ini tidak hanya tentang meneguk kopi pekat, tetapi juga menghargai inovasi teknologi mesin espresso, seni barista, dan ritual kopi yang kini menjadi bagian dari budaya global.
BACA JUGA:Ketahui Batasan Minum Kopi dalam Sehari, Kontrol Tekanan Darah
Ledakan Kedai Kopi di Malang Raya
Kabupaten Malang mencatat permintaan ekspor kopi hingga 45 ribu ton, meskipun produksi lokal baru mencapai sekitar 15 ribu ton. Permintaan tinggi ini menunjukkan kuatnya brand “Kopi Malang” sebagai identitas regional yang sudah menembus pasar nasional hingga internasional.
Selain itu, perkembangan kedai kopi di Malang juga signifikan. Dalam riset Universitas Brawijaya, pada 2019 tercatat sekitar 306 kedai kopi di Kota Malang, dan pada Agustus 2020 angka tersebut melonjak menjadi 396 kedai. Bahkan hingga tahun 2025 ini, jumlah tersebut terus melonjak.
Hal ini menunjukkan bahwa budaya “ngopi” telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat, khususnya anak muda dan mahasiswa. Dalam periode gelombang konsumsi kopi, menurut penelitian komunitas lokal, metode penyeduhan termasuk espresso. Menjadi indikator pergeseran dari kopi “sekadar minum” ke pengalaman rasa dan estetika barista yang lebih sofisticate.
BACA JUGA:Produk yang Membentuk Gaya Hidup Publik Indonesia 2025: Dari Media Sosial hingga Kopi Harian
Espresso di Coffee Shop Lokal
Meski banyak kedai di Malang awalnya fokus pada manual brewing. Kini semakin banyak yang menyediakan menu espresso sebagai bagian dari strategi diversifikasi. Penambahan espresso sebagai pilihan minuman menunjukkan bagaimana barista dan pemilik kafe lokal merespons tren kopi global dan selera konsumen yang semakin matang.
Beberapa coffee shop di Malang juga menggabungkan espresso dengan menu khas lain atau menawarkan variasi minuman berbasis espresso. Untuk menarik komunitas pecinta kopi dan meningkatkan daya saing di tengah banyaknya kedai kopi. Tren ini sejalan dengan data peningkatan unit usaha F&B di Malang. Dari riset lokal, jumlah coffee shop di beberapa kecamatan meningkat pada tahun-tahun terakhir.
BACA JUGA:Ampas Kopi Tak Lagi Terbuang: 9 Manfaat Kecantikan dan Rumah Tangga untuk Hidup Lebih Hijau
Petani kopi di Malang Raya sendiri juga semakin mencuri perhatian di tingkat nasional seiring meningkatnya permintaan ekspor dan berkembangnya kedai kopi serta roastery lokal yang mengolah biji kopi hasil tanamannya sendiri. Dari Ngantang, Dampit, Taji, hingga Malang Selatan, para petani kini bukan sekadar pemasok biji mentah, tetapi telah menjadi pelaku industri hulu-hilir.
Mereka memanen, memproses pasca panen, menyangrai, menggiling, hingga memasarkan kopi mereka dalam bentuk seduhan panas, biji sangrai, maupun bubuk kemasan.
Salah satu ikon kopi paling terkenal dari Malang adalah Kopi Taji dari Desa Taji, Kecamatan Jabung. Dibudidayakan di lereng Gunung Bromo, kopi ini diproses secara organik dan dikelola langsung oleh petani lokal. Desa Taji bahkan mengembangkan wisata edukasi kopi, mulai dari petik cherry, fermentasi, hingga roasting bersama petani.
Sumber: national day archives
