1 tahun disway

National Espresso Day 23 November: Malang Raya Kian Serius Menjadi Episentrum Budaya Kopi

National Espresso Day 23 November: Malang Raya Kian Serius Menjadi Episentrum Budaya Kopi

Penyeduhan pembuatan espresso di mesin espresso yang menghasilkan crema pekat--getty images

Di wilayah Malang Selatan seperti Desa Argotirto, Sumbermanjing Wetan, program pendampingan dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Berhasil mendorong petani untuk melakukan penyortiran dan penyangraian sendiri. Dengan metode ini, nilai jual kopi meningkat karena petani tak lagi menjual green bean mentah.

BACA JUGA:9 Fakta Kopi yang Bisa Jadi Bahan Obrolan Saat Nongkrong

Tantangan Petani: Harga Rendah hingga Adaptasi Arabika

Meski sektor kopi Malang berkembang pesat, tantangan nyata tetap ada. Di Kecamatan Dampit, harga green bean sempat turun menjadi Rp22.500–23.000 per kilogram. Membuat sebagian petani memilih menahan stok daripada menjual ke pabrik dengan harga rendah.

Beberapa petani juga diarahkan beralih ke kopi Arabika, karena nilai pasarnya lebih stabil. Namun, keterbatasan lahan dataran tinggi membuat tidak semua wilayah cocok untuk budidaya Arabika secara optimal. Universitas dan lembaga pendampingan terus membantu petani meningkatkan standar pascapanen. Mulai fermentasi terkontrol, honey process, hingga pengemasan modern.

Program lain juga melatih petani membuat produk turunan seperti cascara yang merupakan teh yang terbuat dari kulit buah kopi yang dikeringkan dan kopi wine untuk menambah nilai ekonomi.

BACA JUGA:Rekomendasi 9 Kafe Indoor Bernuansa Alam untuk Menikmati After-Rain Vibes di Malang Raya

Perkembangan petani kopi dan roastery lokal menunjukkan bahwa kopi Malang tidak hanya bersaing dari segi volume, tetapi juga karakter rasa. Dari robusta Dampit yang dikenal tebal, arabika Taji yang punya acidity seimbang, hingga kopi Ngantang yang punya profil cokelat dan fruity. Malang Raya kini kaya akan identitas rasa yang diakui nasional.

Jika ekosistem ini terus diperkuat melalui pelatihan pasca panen, wisata edukasi, teknologi roasting, serta akses pasar ekspor. Maka kopi Malang dapat bersaing dengan daerah kopi terkenal lain seperti Gayo, Kintamani, dan Toraja.

Petani kopi Malang Raya kini memainkan peran sentral dalam membentuk wajah industri kopi Indonesia. Berkat kerja sama antara komunitas lokal, akademisi, dan pelaku roastery. Kopi dari lereng-lereng Malang tidak hanya hadir sebagai komoditas, tetapi sebagai warisan rasa dan identitas budaya.

Dengan semakin banyak petani yang mampu mengolah hasil panennya sendiri, masa depan kopi Malang terbilang cerah, hangat, harum, dan penuh potensi seperti secangkir espresso yang baru diseduh.

Sumber: national day archives