28 Juli Juga Hari Konservasi Alam Sedunia, Kasus Raja Ampat Terus Jadi Sorotan
Raja Ampat--disway.id
MALANG, DISWAYMALANG.ID - Tanggal 28 Juli juga memiliki makna yang cukup penting lain. Yakni, diperingati sebagai Hari Konservasi Alam Sedunia.
Peringatan ini diharapkan bisa menjadi momentum untuk menggerakkan masyarakat agar lebih aktif dalam beragam kegiatan menjaga lingkungan.
Sebagai manusia yang tinggal berdampingan dengan alam, sudah semestinya kita terlibat aktif dalam konservasi lingkungan untuk kebaikan bersama. Tanggung jawab itu bersifat kolektif. Meliputi pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat.
Yang jadi masalah, terjadi sebaliknya. Kegiatan manusia yang dampaknya merusak alam seringkali terjadi. Baik yang sengaja maupun tanpa sengaja.
Mulai dari yang ringan-ringan, seperti membuang sampah rumah tangga di kali, penggunaan botol plastik sekali pakai, dan membuang makanna. Sampai yang berskala industri, seperti pembalakkan hutan, overfishing, dan aktivitas pertambangan, hingga reklamasi ilegal.
Bermula dari permasalahan itu, The International Union for Conservation of Nature (IUCN) memperkenalkan konsep "solusi berbasis alam" sebagai upaya untuk menghadapi tantangan lingkungan, perubahan iklim, dan juga untuk mengurangi kemiskinan. Diikuti dengan penetapan Hari Konservasi Alam Sedunia yang bertujuan agar semua orang dapat menyadari pentingnya menjaga lingkungan, flora, dan fauna di planet bumi.
BACA JUGA:28 Juli Hari Hepatitis Sedunia, Penyakit yang Bisa Diam-Diam Mengancam
Kontroversi Kasus Raja Ampat
Indonesia pun pernah mengalami kontroversi dan tantangan dalam mengupayakan konservasi alam. Salah satu contohnya yang baru-baru ini terjadi adalah kasus tambang nikel di Pulau Gag, kawasan Raja Ampat.
Masalah itu sempat menjadi sorotan internasional. Karena Raja Ampat adalah salah satu lambang keanekaragaman laut Indonesia yang begitu besar, serta menyimpan 500 lebih spesies karang dan ikan.
Saking indahnya, ia disebut sebagai kepingan surga yang jatuh ke bumi. Dan menjadi primadona di kalangan wisatawan asing. Sayang sekali, jika alamnya harus rusak hanya demi kepentingan segelintir pengusaha.
Dr Nimmi Zulbainarni, akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), mengungkapkan bahwa Raja Ampat seharusnya tidak dipandang sebagai pulau-pulau kecil dengan peluang pertambangan yang besar. Tetapi, sebagai ekosistem yang punya banyak nilai berharga.
"Kegiatan pertambangan seharusnya tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan," kata Dr Nimmi.
"Kerusakan akibat pertambangan dapat menimbulkan kerugian dalam jumlah besar, seperti kerugian produksi nelayan, butuh biaya pemulihan terumbu karang, sampai menurunkan kelayakan hidup masyarakat pesisir," lanjutnya.
Pemerintah telah menarik izin usaha pertambangan nikel di Pulau Gag. Namun, pekerjaan rumah belum selesai. Masih banyak kontroversi serupa, yang harus menjadi perhatian kita semua.
Sumber: disway.id
