Budidaya Maggot di Kota Malang Meningkat, Jadi Solusi Pakan Ternak dan Pengurangan Sampah Organik
Ningtyas seorang Budidaya marmut --
SUKUN, DISWAYMALANG.ID—Budidaya maggot sebagai pakan alternatif ternak unggas dan ikan mulai berkembang di Kota Malang.Salah satu pelakunya, Ningtyas, warga Bandungrejosari, Kecamatan Sukun, Kota Malang, menunjukkan bahwa usaha skala rumahan ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi. Tetapi juga membantu mengurangi sampah organik di lingkungan.
Maggot adalah larva (ulat) dari lalat jenis Black Soldier Fly (BSF) yang memiliki banyak manfaat. Terutama sebagai pengurai limbah organik dan pakan ternak yang kaya nutrisi.
Ningtyas memulai budidaya maggot setahun lalu di lahan sempit berukuran 1 x 1,5 meter di belakang Puskesmas Pembantu Bandungrejosari. Fasilitas sederhana berbasis biopond menjadi kunci kebersihan kandang dan efisiensi pemeliharaan.
“Awalnya hanya untuk pakan puyuh saya. Ternyata hasilnya sangat memuaskan,” ujarnya.
Maggot menjadi alternatif pakan karena memiliki kandungan protein tinggi yang berdampak langsung pada produktivitas ternak. Ningtyas menyebut puyuh menjadi lebih aktif dan cepat bertelur, sementara ikan lele menunjukkan pertumbuhan lebih cepat.
Kelebihan lain adalah penggunaan sampah organik sebagai pakan utama maggot, mulai dedaunan, sayuran sisa, hingga nasi. Cara ini membantu mengurangi volume sampah rumah tangga di wilayah Bandungrejosari.
“Maggot sangat suka sampah organik. Ini murah dan sehat untuk mereka,” kata Ningtyas.
Seiring berkembangnya budidaya, permintaan maggot dari peternak burung dan lele di wilayah Sukun dan Kedungkandang terus meningkat. Dalam sebulan, ia mampu menjual puluhan kilo maggot.
“Banyak teman peternak yang minta, akhirnya saya ikut menjual untuk menambah pendapatan keluarga,” ujarnya.
Melihat tingginya permintaan, Ningtyas berencana memperluas kandang dan menambah indukan. Ia juga menyiapkan edukasi bagi warga yang ingin memanfaatkan sampah organik untuk budidaya skala kecil.
Budidaya maggot dinilai menjadi solusi ekonomi dan lingkungan, terutama saat harga pakan ternak terus naik dan volume sampah rumah tangga meningkat. Metode ini dinilai mudah diterapkan dan memiliki risiko rendah.
“Harapan saya, semakin banyak warga yang bisa ikut memulai, karena usaha ini menguntungkan dan bermanfaat untuk lingkungan,” tutur Ningtyas.
Fenomena ini kini menjadi salah satu inovasi usaha mikro di Kota Malang yang berpotensi dikembangkan lebih luas sebagai model pemanfaatan sampah organik dan penguatan ekonomi keluarga.
Sumber:
