Legenda Bubur Madura Pasar Besar Malang: Bertahan 45 Tahun, Murah, Tak Pernah Sepi Pembeli
Dua penjual bubur Madura di sudut Pasar Besar Malang, tepat di depan toko camilan, menambah rasa pada suasana pasar yang tak pernah tidur.-Elsa Amalia Kartika Putri-Disway Malang
KLOJEN, DISWAYMALANG.ID--Di antara hiruk-pikuk Pasar Besar Malang, tempat puluhan pedagang berbaur dengan pembeli yang datang silih berganti, terdapat sebuah sudut kecil yang selalu ramai didatangi pencinta kuliner tradisional. Di sinilah “Bubur Madura Pasar Besar” bertahan 45 tahun. Hidangan sederhana dengan rasa yang terus melekat di lidah warga Malang dan pengunjung dari luar daerah.
Bertempat di pojok belakang Pasar Besar Kota Malang, dua penjual bubur Madura duduk berdampingan di depan sebuah toko camilan. Di atas tikar kecil dan deretan panci besar yang mengepulkan aroma manis, mereka menciptakan panggung kuliner yang tak pernah sepi dari pengunjung.
BACA JUGA:9 Rekomendasi Dimsum Mentai di Malang yang Lagi Disukai Banyak Orang
Warisan Kuliner yang Bertahan sejak 1980
Keberadaan Bubur Madura ini bukan fenomena baru. Menurut Ifa, penjual, usaha ini dimulai sekitar tahun 1980 dilakukan oleh Arum. Sosok yang dikenal sebagai pencetus Bubur Madura pertama di kawasan tersebut.
“Dulu almarhum Arum mulai dari berjualan keliling,” ujar Ifa. “Baru beberapa tahun setelahnya menetap di lokasi ini, tetap di trotoar, tetap sederhana seperti dulu,” ujarnya.
Kesederhanaan itu ternyata justru menjadi identitas kuat. Meski hanya berjualan di trotoar, cita rasa dan konsistensi membuat bubur ini menjadi legenda. Tidak banyak kuliner bertahan selama 45 tahun tanpa berubah banyak.
Tapi Bubur Madura Pasar Besar tetap mempertahankan ciri khasnya: panci-panci besar, lesehan seadanya, dan sajian manual dalam piring kecil yang menambah sentuhan tradisional.
Dari Ketan Hitam hingga Bubur Sumsum
Menu bubur yang disajikan tidak hanya satu jenis, tetapi tiga varian utama yang masing-masing memiliki penggemarnya sendiri:

Deretan wajan berisi aneka bubur yang dijual oleh pedagang Madura di sudut Pasar Besar Malang. -Elsa Amalia Kartika Putri-Disway Malang
- Bubur ketan hitam: Manisnya tidak berlebihan, dengan tekstur kenyal yang pas dan aroma khas ketan.
- Jenang grendul (biji salak): Lembut, legit, dibalut kuah gula merah pekat yang memberikan rasa hangat khas jajanan tradisional Jawa Timur.
- Bubur sumsum: Inilah primadonanya. Gurih lembut, dibuat dari tepung beras kualitas baik, dan disajikan bersama bola ketan dengan kelapa parut yang memberikan sensasi seimbang antara manis dan gurih.
Penyajiannya juga unik: tiga bubur disusun terpisah di atas satu piring kecil, lalu disiram santan kental serta sirup gula Jawa. Cara ini menciptakan harmoni rasa yang membuat setiap sendoknya menghadirkan nostalgia masa kecil, sederhana namun memikat.
BACA JUGA:Tren “KOPAG” di Malang : 9 Rekomendasi Tempat Kopi Pagi di Ngalam, Ker!
Harga Bersahabat: Nikmat yang Tak Perlu Mahal
Pada era ketika harga jajanan semakin naik, Bubur Madura Pasar Besar tetap mempertahankan prinsipnya: kuliner enak harus bisa dinikmati siapa saja. Semangkuk sajian lengkap hanya dibanderol Rp5.000.
Begitu pula menu pelengkap seperti rujak serut, yang juga hanya Rp5.000 per bungkus. Harga ini memungkinkan semua kalangan, mulai dari pedagang pasar, pekerja harian, ibu rumah tangga, hingga mahasiswa. Dapat menikmati kuliner tradisional tanpa harus menguras kantong.
Sumber:
