9 Novel tentang Perang Dunia II yang Menggugah Nurani
Karya Sastra Untuk Mendalami Luka dan Pengalaman Yang Dirasakan Selama WW II-pinterest-
MALANG, DISWAYMALANG.ID --Selain lewat film, memahami momen Hari Mengenang dan Rekonsiliasi Korban Perang Dunia II juga bisa dilakukan dengan membaca novel.
Cukup banyak karya berupa novel yang bukan hanya menyajikan cerita, tetapi juga mengajak pembaca menyelami luka, keteguhan, dan nilai kemanusiaan dalam masa-masa tergelap umat manusia itu.
Novel-novel itu menyentuh sisi kemanusiaan, memperlihatkan realitas perang dari sudut pandang orang-orang biasa yang terjebak dalam badai sejarah. Penggambarannya tidak kalah dengan film.
Berikut adalah sembilan novel yang layak dibaca dalam momen peringatan Hari Mengenang dan Rekonsiliasi Korban Perang Dunia II, 9 Mei ini.
1. The Book Thief – Markus Zusak
Dalam dunia yang dikuasai propaganda dan sensor, Liesel Meminger memilih mencuri buku. Berlatar Jerman Nazi, kisah ini dituturkan dari sudut pandang Kematian, menghadirkan narasi yang gelap namun puitis. Liesel tumbuh bersama keluarga angkatnya, menyaksikan kekejaman yang dilakukan negerinya sendiri, sembari menjalin persahabatan dengan bocah Yahudi yang bersembunyi di ruang bawah tanah.
Novel ini bukan sekadar cerita anak-anak. Ia adalah refleksi tentang bagaimana literasi menjadi bentuk perlawanan. Bahwa di tengah kekacauan, kata-kata bisa menjadi senjata sekaligus pelipur.
2. All the Light We Cannot See – Anthony Doerr
Pemenang Pulitzer Prize 2015 ini menempatkan dua tokoh utama dalam garis yang berlawanan. Marie-Laure adalah gadis buta yang tinggal di Prancis, sementara Werner adalah anak laki-laki Jerman yang direkrut menjadi tentara Nazi. Keduanya terhubung melalui gelombang radio, dan pertemuan mereka menjadi klimaks emosional yang menghantui.
Doerr tidak hanya bercerita tentang perang, tetapi juga tentang cahaya yang tidak bisa dilihat secara kasat mata: kasih sayang, pengorbanan, dan kerinduan akan rumah. Dengan gaya bahasa yang liris, novel ini mengajak pembaca untuk merenung tentang nasib generasi muda yang hancur oleh ideologi kebencian selama perang.
3. Sarah’s Key – Tatiana de Rosnay
Sarah’s Key membuka lembar sejarah kelam yang jarang dibahas: razia Vel' d'Hiv di Prancis tahun 1942, ketika ribuan warga Yahudi dideportasi oleh pemerintah Prancis sendiri. Tokoh utama dalam novel ini adalah Sarah, seorang anak kecil yang mengunci adiknya di lemari demi menyelamatkannya—sebuah keputusan yang menghantui sepanjang hidup.
Cerita ini dirangkai dalam dua lini masa: masa lalu Sarah dan investigasi jurnalis bernama Julia di masa kini. Sarah’s Key menunjukkan bahwa luka sejarah bisa berdampak lintas generasi, dan bahwa berdamai dengan masa lalu memerlukan keberanian untuk menghadapi kebenaran.
Sumber: goodreads
