Bukan hanya gerakan, suara ayam pun kini menjadi “bahasa” yang bisa dibaca mesin. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan frekuensi, durasi, dan intonasi vokalisasi dapat mengindikasikan stres, rasa sakit, atau ketakutan. Dengan bantuan teknik pemrosesan audio seperti transformasi Fourier dan wavelet, AI mengekstrak ciri-ciri suara sebelum mengklasifikasikannya melalui deep learning. Hasilnya, kondisi ternak bisa diidentifikasi dengan presisi tinggi, memungkinkan peternak mengambil tindakan cepat.
Perkembangan sensor canggih semakin memperluas kemampuan AI. Perangkat yang terpasang di kandang mampu merekam detak jantung, suhu tubuh, hingga perilaku harian ayam. Data ini diproses secara real-time untuk mendeteksi potensi masalah kesehatan. Misalnya, variasi detak jantung yang abnormal atau suhu tubuh yang tidak wajar bisa menjadi alarm dini bagi peternak. Dengan sistem ini, pemantauan menjadi proaktif dan responsif, mengurangi risiko kerugian akibat penyakit.
AI juga membuka peluang optimalisasi manajemen pertumbuhan ayam. Melalui analisis data berkelanjutan, sistem dapat memantau peningkatan bobot badan, produksi telur, hingga efisiensi pakan. Algoritma pembelajaran mesin mengidentifikasi pola pertumbuhan normal dan memberi peringatan jika terjadi penyimpangan, yang kerap menjadi indikasi awal masalah kesehatan atau stres.
Kemampuannya pun merambah ke diagnosis penyakit. Teknologi berbasis YOLO-V3 dan ResNet50 telah menunjukkan hasil menjanjikan dalam mendeteksi penyakit seperti Salmonellosis dan Tetelo. Penelitian lain memanfaatkan fitur WMFCC untuk membaca suara ayam yang batuk atau mendengkur akibat gangguan pernapasan. Dengan kombinasi metode seperti Hidden Markov Model (HMM), Principal Component Analysis (PCA), dan Correlation Distance Fisher Criterion (CDF), akurasi deteksi suara abnormal meningkat signifikan. Dengan kemajuan ini, AI tak hanya menjadi “mata dan telinga” peternakan modern, tetapi juga asisten cerdas yang membantu menjaga kesehatan unggas, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi risiko kerugian bagi peternak.
Menuju Keamanan Pangan Berbasis AI
Teknologi kini memainkan peran penting dalam memastikan kualitas dan keamanan produk daging dan telur. Dengan dukungan computer vision, AI,.dan ultrasonografi, parameter mutu seperti warna, daya ikat air (water holding capacity), pH, kelembapan, tekstur, hingga kadar lemak intramuskular dapat diukur secara akurat dan konsisten. Pendekatan ini tidak hanya mempercepat proses penilaian kualitas, tetapi juga meningkatkan efisiensi produksi.
Dalam industri pemotongan ayam, AI menjadi garda terdepan keamanan pangan. Sistem dapat memantau seluruh proses produksi secara real-time melalui integrasi sensor canggih dan algoritma pintar. Data dari sensor suhu, kelembapan, dan sanitasi peralatan dianalisis untuk memastikan kebersihan terjaga. Pengenalan citra dan analisis spektral digunakan untuk mendeteksi potensi kontaminasi fisik, kimia, atau biologis dari mulai bakteri patogen hingga residu bahan kimia. Begitu terdeteksi anomali, AI langsung menghentikan jalur produksi dan mengisolasi produk untuk inspeksi lebih lanjut, bahkan mengaktifkan prosedur pembersihan otomatis pada interval yang tepat.
Kecerdasan buatan juga mulai mengubah proses pengemasan telur. Sistem AI yang terintegrasi dengan mesin pengemas otomatis dapat menyortir telur berdasarkan grade, ukuran, dan kualitas, lalu menyesuaikan kecepatan serta presisi pengemasan. Telur dengan nilai jual tinggi mendapat perlindungan ekstra, seperti bantalan khusus untuk mencegah retak, sementara telur kualitas standar diarahkan ke kemasan biasa. Pendekatan ini memastikan konsistensi kualitas produk di pasaran, sekaligus meminimalkan kerusakan selama distribusi.
Dengan kemajuan ini, AI tak sekadar menjadi alat bantu, tetapi bagian integral dari rantai pasok pangan yang lebih aman, efisien, dan terpercaya.
Ilustrasi menu MBG dengan lauk daging ayam--diswaymalang.id
Kolaborasi sebagai Kunci Keberhasilan
Keberhasilan inovasi peternakan unggas cerdas dari hulu ke hilir tidak lepas dari kolaborasi erat antara berbagai pemangku kepentingan, yakni perguruan tinggi, dukungan kebijakan dan regulasi, startup, industri, dan peternak lokal. Perguruan tinggi berperan dalam pengembangan teknologi, riset aplikatif, dan pelatihan sumber daya manusia.
Oleh karena itu Fakultas Peternakan Universitas mulai tahun ajaran 2025/2026 membuka Program Studi Industri Peternakan Cerdas (Intelligent Livestock Industry) untuk menjawab kebutuhan dunia peternakan atas kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan.
Selain itu, pemerintah diharapkan lebih aktif dalam mendorong digitalisasi sektor peternakan melalui kebijakan afirmatif, regulasi yang ramah teknologi, dan alokasi anggaran untuk program transformasi digital berbasis desa dan kawasan sentra produksi hewani. Pemerintah bersama industri peternakan unggas perlu bersinergi untuk memberikan skema insentif fiskal, seperti subsidi peralatan teknologi peternakan, keringanan pajak, atau kredit lunak untuk mendorong adopsi peternakan cerdas.
Sementara itu, startup berperan dalam desain teknologi, integrasi sistem, dan penyediaan perangkat IoT. Industri peternakan sebagai inti mendorong pelaksanaan dengan subsidi awal untuk pengembangan perangkat. Di sisi lain, peternak lokal menjadi mitra kunci yang menerapkan dan menguji teknologi secara langsung di lapangan. Melalui pendekatan partisipatif, peternak diberdayakan untuk memahami dan memanfaatkan teknologi, bukan sekadar sebagai pengguna pasif.
Model kolaboratif ini tidak hanya mempercepat adopsi inovasi. Tetapi juga memastikan bahwa solusi yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lokal dan berkelanjutan.
Dengan kolaborasi ini akan mendorong tercapainya beberapa tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs). Yaitu, SDGs no 1 (menghapus kemiskinan); No.3 (Kesehatan yang baik dan kesejahteraan); No.4 (Pendidikan bermutu); No.8 (pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi); No.12 (konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab), dan No.17 (kemitraan untuk mencapai tujuan). (*)
*Penulis adalah Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya