JAKARTA, DISWAYMALANG.ID -Anomali fenomena mbediding atau udara dingin saat puncak musim kemarau akhir-akhir ini antara lain akibat aliran udara kering dari Australia. Aliran udara kering itu membuat udara di wilayah selatan garis Khatulistiwa terasa lebih dingin, terutama pada malam hari.
Menurut Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan, fenomena ini khususnya dirasakan masyarakat di pulau Jawa. Terutama, Jawa Tengah dab Jawa Timur.
"Itu karena udara kering yang dari Australia itu, monsun Australia-nya sifatnya lebih kering," ujar Ardhasena dalam konferensi pers secara daring pada Senin (7/7).
Pada saat bersamaan dengan embusan monsun kering dari Australia, lanjut dia juga terjadi fenomena Aphelion. Yakni, momen ketika Bumi 'berjauhan' sejenak dari pusat tata surya.
"Timingnya yang kebetulan sama," jelasnya. Ardhasena juga menambahkan, bahwa udara dingin khususnya pada malam, itu sebenarnya sifat musiman yang karakteristiknya khas terjadi. sambungnya.
BACA JUGA:Sebanyak 24 Mahasiswa Pasca Sarjana UM Lakukan Riset Kolaboratif di Malaysia
Cuaca Ekstrem
Selain fenomena udara lebih dingin, cuaca ekstrem juga muncul belakangan ini. Terpisah, Ketua BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa anomali cuaca ekstrem ini sudah terjadi sejak Mei 2025 dan akan terjadi hingga Oktober mendatang.
"Ini artinya selama musim kemarau, sesuai yang kami prakirakan sebelumnya, akan mengalami curah hujan di atas normal yang harusnya terjadi di musim kemarau atau cenderung ke arah kemarau basah," jelas Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena cuaca ekstrem yang baru-baru ini terjadi karena beberapa faktor atmosfer. Hujan yang sangat lebat dengan curah tergolong ekstrim menurut di, merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor atmosfer. Yaitu lemahnya monsun Australia, dan hangatnya suhu muka laut.
Hal itu menyebabkan kelembapan udara tinggi, terutama di wilayah selatan Indonesia."Terpantau pula gelombang Kelvin aktif. Yakni, gelombang Kelvin yang aktif melintas di pesisir utara Jawa dan Laut Jawa, disertai perlambatan dan belokan angin di Jawa bagian barat dan selatan yang memicu penumpukan masa udara," lanjutnya..
Fenomena cuaca ekstrem berupa hujan lebat. kelembaban tinggi plus gelombang tinggi, menurut Dwikora berpotensi terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia dalam sepekan kedepan. BMKG memprediksi wilayah-wilayah yang terdampak fenomena tersebut adalah Pulau Jawa bagian barat dan tengah, termasuk Jabodetabek, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan wilayah sekitarnya, Nusa Tenggara Barat termasuk Mataram, Maluku bagian tengah, Papua bagian tengah dan utara. (*)