5. Skill Tambahan: Navigasi, Komunikasi, dan Taktik Khusus
Selain kekuatan otot, pemadam juga dituntut untuk ahli dalam berbagai hal teknis. Mereka harus bisa menavigasi ruang gelap, membaca suhu dinding, mengenali jalur evakuasi darurat, dan tahu kapan harus menyemprot atau berhenti.
Belum lagi skill komunikasi. Dalam situasi genting, mereka harus saling berkoordinasi lewat radio atau isyarat tangan. Bahkan terkadang harus menenangkan warga sambil tetap fokus memadamkan api. Multitasking tingkat tinggi.
6. Harus Paham Teknologi, Bukan Cuma Ember dan Selang
Pemadam modern tidak bisa gaptek. Mereka harus bisa menggunakan berbagai alat canggih seperti drone pemantau termal, detektor gas, kamera inframerah, hingga alat pemotong baja atau pelacak suhu.
Ada pula sistem komunikasi digital dan data building mapping yang harus dikuasai. Tanpa itu semua, pemadaman bisa kacau. Apalagi di kota besar dengan gedung tinggi dan akses rumit, teknologi adalah senjata utama kedua setelah air.
7. Mental yang Siap Hadapi Trauma
Banyak pemadam yang akhirnya harus ikut konseling karena beban emosional. Melihat anak kecil yang tidak bisa diselamatkan. Melihat tubuh yang hangus terbakar. Atau bahkan menyalahkan diri sendiri karena datang beberapa menit terlambat.
Ini bukan pekerjaan ringan. Setiap misi membawa risiko trauma. Karena itu, mental baja bukan sekadar jargon — tapi benar-benar syarat mutlak agar mereka bisa bertahan lebih dari satu dekade di profesi ini.
8. Perjuangan Tidak Hanya Saat Api Menyala
Banyak orang hanya melihat pemadam saat mereka naik truk merah dan menyemprot air. Padahal di balik itu, ada sesi pelatihan harian, edukasi ke sekolah, pemeliharaan alat, hingga patroli potensi kebakaran.
Mereka juga harus mengurus laporan, pelatihan evakuasi massal, dan bahkan jadi tim siaga bencana saat banjir, gempa, atau longsor. Pemadam kebakaran adalah profesi multidisiplin — campuran atlet, teknisi, pelatih, dan pahlawan sekaligus.
9. Sayangnya, Masih Sering Dianggap “Cuma Tukang Semprot”
Meski tugas mereka vital, banyak yang masih menganggap pemadam kebakaran seperti tukang bangunan dengan seragam merah.
Penghargaan terhadap profesi ini perlu ditingkatkan. Karena tidak semua orang sanggup menembus kobaran api demi menyelamatkan orang yang bahkan tidak mereka kenal.
Memperingati Hari Pemadam Kebakaran Internasional bukan cuma soal unggahan Instagram atau spanduk di kantor dinas. Ini adalah momen untuk lebih mengenal dan menghargai salah satu profesi paling berisiko namun paling minim apresiasi.