1 tahun disway

23 Juni Memperingati Hari Janda Internasional, Bermula dari Kisah Seorang Ibu dari India

23 Juni Memperingati Hari Janda Internasional, Bermula dari Kisah Seorang Ibu dari India

Ilustrasi memperingati Hari Janda internasional--pixabay

MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Di balik kata "janda" terdapat kisah keteguhan, kehilangan, dan perjuangan yang kerap tersembunyi dari hiruk-pikuk dunia. 

Setiap tanggal 23 Juni, dunia memperingati International Widows Day atau Hari Janda Internasional, sebagai bentuk pengakuan terhadap keberadaan dan penderitaan jutaan perempuan yang kehilangan pasangan hidupnya baik karena kematian, perceraian, atau perpisahan.

Asal Usul Hari Janda Internasional

Peringatan ini bukan sekadar simbolis. Ia lahir dari kisah nyata. Raj Loomba, seorang filantropis asal India yang tumbuh besar di Inggris, menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan ibunya berubah drastis setelah ayahnya meninggal. 

Kala itu, Raj baru berusia 10 tahun. Ibunya tiba-tiba harus menanggung beban ekonomi, sosial, dan psikologis seorang diri, dalam budaya yang saat itu sangat diskriminatif terhadap status janda.

Pengalaman itulah yang mendorong Raj mendirikan Loomba Foundation pada 1997, dan mengusulkan tanggal 23 Juni sebagai Hari Janda Internasional tanggal yang menandai hari kematian ayahnya. 

Pada tahun 2011, PBB secara resmi menetapkan tanggal ini dalam kalender peringatan global.

Mengapa Janda Masih Terpinggirkan di Zaman Modern?

Di balik statusnya, janda kerap menghadapi stigma sosial yang akut. Di berbagai belahan dunia, mereka sering dikucilkan, dicap sebagai pembawa sial, hingga kehilangan hak atas harta atau tanah milik suami. 

Dalam banyak kasus, janda tak hanya kehilangan pasangan, tetapi juga kehilangan status, identitas sosial, dan keamanan hidupnya.

Salah satu contoh nyata datang dari Afrika Barat, masih ada praktik-praktik adat yang memaksa janda menjalani ritual tak manusiawi, seperti mandi dengan air bekas jenazah suami atau “dinikahkan paksa” dengan kerabat laki-laki almarhum.

Asia, termasuk Indonesia, juga tak luput dari bayang-bayang diskriminasi sosial terhadap janda, meskipun bentuknya mungkin lebih halus. 

Mereka sering kali dianggap "beban", dicurigai, atau bahkan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga saat menikah kembali.

PBB mencatat bahwa ada lebih dari 258 juta janda di seluruh dunia. Sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan, tidak memiliki jaminan hukum atas hak waris, serta sulit mengakses layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan anak, atau pekerjaan yang layak.

Yang lebih menyedihkan, bahkan di negara-negara yang sudah memiliki sistem hukum perlindungan yang baik, janda masih menghadapi marginalisasi sosial secara sistemik.

Kenapa Peringatan Ini Penting?

Hari Janda Internasional bukan hanya tentang mengenang, tetapi juga tentang menggugat sistem yang terus-menerus mengabaikan perempuan dalam situasi rentan. 

Sumber: rri.co.id