27 Mei World Marketing Day, dari Pasar Romawi ke Era TikTok, dari Teriak Murah Murah ke FYP!
Marketing dan Jejaknya di Dunia-pinterest-
7. Tidak Semua Sektor Berkembang Secepat Itu
Perlu dicatat, perkembangan marketing tidak terjadi seragam di semua sektor. Industri manufaktur lebih dulu sadar pentingnya strategi pemasaran. Sektor jasa seperti perbankan, pariwisata, atau pendidikan justru terlambat menyesuaikan.
Banyak sekolah baru sadar pentingnya branding ketika jumlah murid anjlok. Banyak bank baru aktif di media sosial saat nasabah mulai pindah ke fintech. Banyak rumah sakit mulai memikirkan pengalaman pasien hanya setelah muncul kompetitor dengan layanan lebih ramah. Mereka akhirnya menyadari: marketing bukan hanya kebutuhan komersial, tapi strategis.
Marketing tidak hanya soal bagaimana menjual, tapi juga bagaimana menyampaikan nilai. Ketika sektor jasa menyadari hal ini, barulah mereka bisa bersaing bukan hanya lewat harga. Tapi lewat pengalaman, emosi, dan kepercayaan.
8. Marketing Digital: Ujung Tombak Era Baru
Kini marketing masuk ke era digital. Facebook Ads, SEO, TikTok, influencer, chatbot. Semuanya jadi alat untuk satu tujuan: memahami dan menggaet konsumen dengan cara yang semakin personal dan real-time.
Konsumen tidak lagi pasif. Mereka bisa mengkritik, memberi rating, bahkan membatalkan pembelian hanya karena pengalaman buruk. Itulah kenapa marketing modern tidak bisa hanya soal promosi. Tapi juga soal pengalaman dan pelayanan. Customer experience jadi medan pertempuran baru.
Big data dan AI kini jadi senjata baru marketer. Tak lagi hanya mengira-ngira tren, tapi memprediksi dengan presisi. Content creation kini harus relevan, cepat, dan penuh insight. Bahkan algoritma bisa menentukan jam terbaik untuk upload konten, atau warna terbaik untuk tombol beli. Marketing berubah dari seni ke sains.
9. Masa Depan Marketing: Adaptif atau Tertinggal
Dunia berubah. Cepat. Dan marketing harus ikut bergerak. Dalam 10 tahun ke depan, bisa jadi strategi yang sekarang dipakai akan terasa kuno. Kita mungkin akan melihat munculnya "AI Marketing Assistant" yang lebih presisi dari tim agensi.
Maka marketer masa kini dituntut peka: terhadap budaya, teknologi, lingkungan, bahkan politik. Karena semua itu bisa membentuk perilaku konsumen. Marketing akan semakin menyatu dengan UX, sustainability, bahkan isu-isu keberlanjutan sosial.
Kita mungkin sedang menyambut era ethical marketing, green branding, atau bahkan hyper-personalized content yang sepenuhnya dikurasi oleh AI. Marketing tak lagi bicara ke massa, tapi bicara satu lawan satu. Dan semua itu butuh empati, bukan hanya teknologi.
Marketing bukan cuma soal menjual produk. Tapi soal memahami manusia. Memahami kebutuhan, ketakutan, harapan, dan impian mereka. Marketing adalah jembatan antara perusahaan dan dunia luar.
Dan di hari World Marketing Day ini, kita diingatkan kembali: bahwa profesi marketer bukan hanya soal angka. Tapi soal empati. Soal storytelling. Soal menciptakan nilai. Karena dunia ini terlalu bising untuk sekadar menjual—yang dibutuhkan adalah yang bisa menyentuh.
Seperti kata klasik di dunia marketing: "People don’t buy products. They buy better versions of themselves."
Sumber: bournemouth university
