Duduk Perkara Tukin Dosen tak Kunjung Cair, Perjuangan sejak 2011

Duduk Perkara Tukin Dosen tak Kunjung Cair, Perjuangan sejak 2011

Sejumlah karangan bunga duka cita dikirimkan ke kantor Kemendiktisaintek terkait gagalnya pencairan tunjangan kinerja (tukin) dosen tahun 2025.--Disway News Network

JAKARTA, DISWAYMALANG.ID-- Pembayaran tunjangan kinerja (tukin) untuk dosen semakin menjadi polemik. Pasalnya, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengungkapkan bahwa tidak ada anggaran untuk tukin dosen di tahun 2025 ini. Padahal, regulasi mengenai tukin dosen ini sudah diatur sejak 2020 silam.

Salah satu dosen di Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta Anggun Gunawan mengungkapkan bahwa perjuangan para dosen untuk bisa mendapatkan tukin ini sudah dimulai sejak tahun 2011.

"Perjuangan tukinnya dimulai sejak tahun 2011, kemudian pemerintah menjanjikan tahun 2020 di masa (Mendikbudristek) Nadiem untuk adanya tukin dosen," kata Anggun ketika ditemui di Kantor Kemendiktisaintek, Jakarta, 6 Januari 2025.

Senin kemarin para dosen se-Indonesia mengirimkan karangan bunga ke kantor Kemendiktisaintek. Ini sebagai bentuk protes para dosen dari perguruan tinggi yang ada di bawah naungan Kemendiktisaintek lantaran tidak adanya anggaran untuk tunjangan kinerja tukin di tahun 2025.

Padahal, Anggun menyebutkan, kebijakan tukin ini sudah diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2020. "Itu sudah menyatakan bahwasanya ASN di Kemendikbudristek (kini Kemendiktisaintek) itu sudah dapat tukin," tegasnya.

Namun demikian, hingga kini tidak ada tanda-tanda akan diberikannya tukin kepada para dosen.

Lebih lanjut, pihaknya juga telah melakukan sejumlah audiensi bersama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) dan Direktorat Sumber Daya Kemendikbudristek agar regulasi ini bisa segera direalisasikan.

"(Audensi) di bulan September 2024, dan itu sudah dijanjikan bahwasanya kementerian sudah mengajukan anggaran sekitar Rp5 triliun kepada DPR untuk tukin dosen ASN Kemendikbudristek," paparnya.

Di bulan yang sama, Peraturan Mendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profensi, Karier, dan Penghasilan Dosen diluncurkan. Pada Oktober 2024, Nadiem kembali mengeluarkan Keputusan Mendikbudristek Nomor 447/P/2024 tentang Nama Jabatan, Kelas Jabatan, dan Pemberian Besaran Tunjangan Kinerja Dosen.

"Di Kepmen 447/P/2024 itu sudah ada (aturannya). Asisten ahli sekitar Rp5 juta, lektor sekitar Rp8 juta, kemudian lektor kepala sekitar Rp12 juta, profesor sekitar Rp19 juta," jelas Anggun.

Sayangnya, produk hukum tersebut hingga saat ini belum dilaksanakan oleh pemerintah.

Kemudian di 5 November 2024 juga dilakukan audiensi antara perwakilan dosen dengan Komisi X DPR RI terkait kesejahteraan dosen yang mengenaskan. Anggun pun membandingkan profesi dosen di bawah naungan Kemendiktisaintek dengan kementerian lain. "Sementara di kementerian lain juga ada dosen, misalnya di Kemendagri mereka ada IPDN, Kemenhan mereka ada Unhan, Kemenperin mereka juga ada kampus-kampus dan mereka sejak awal menjadi dosen itu sudah dapat tukin. Cuma di Kemendiktisaintek ini saja yang tidak ada tukinnya buat dosen," tegasnya.

Tak hanya sesama dosen, ia mengaku merasakan diskriminasi di antara sesama pegawai Kemendiktisaintek. "Pegawai lain di kementerian ini, seperti laboran di kampus, tenaga administrasi, itu sejak SK PNS atau PPPK-nya keluar, langsung dapat tukin. Sementara kami masuk dengan ijazah S-2, tidak diberikan tukin oleh pemerintah," cetusnya.

Tak ayal, banyak dosen yang mencari pemasukan tambahan di luar kampus, seperti mengajar di kampus lain, membuka usaha, bahkan menjadi ojek. Tak sedikit pula dosen yang terjebak pada utang-piutang demi menghidupi diri dan keluarganya.

Akibat Perubahan Nomenklatur

Di sisi lain, Kemendiktisaintek pada pernyataan terbaru mengungkapkan bahwa tahun ini tidak ada anggaran untuk pencairan tukin dosen. Hal ini disampaikan langsung oleh Plt Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar M. Simatupang pada taklimat media yang diselenggarakan 3 Januari 2025 lalu.

"Tidak ada anggarannya (tukin) di tahun 2025 ini, tetapi kami sudah mengusulkannya," ungkap Togar.

BACA JUGA:Tidak Ada Nomenklaturnya, Tukin Dosen 2025 Belum Dianggarkan

Togar menjelaskan, hambatan ini terjadi akibat adanya perubahan nomenklatur. Di mana, Kemendiktisaintek yang saat ini merupakan pecahan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan sempat berdiri sendiri menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti).

"Tukin ini memang sudah ada sejak 2020 regulasinya. Tapi pada saat itu (Kementerian) Ristekdikti, kemudian berubah menjadi nomenklatur Kemendikbudristek," lanjutnya.

Dengan perubahan ini, Togar menyebut, Kementerian Keuangan sebenarnya sudah mengingatkan untuk segera menindaklanjuti adanya perubahan nomenklatur agar regulasi tersebut bisa dijalankan.

"Warning dari Kementerian Keuangan itu tidak ditindaklanjuti dalam dua hal. Pertama, itu harus jelas tidak atau dilanjutkan. Nah, itu tidak dilanjutkan kebijakan itu pada saat itu," paparnya.

Oleh karena tidak ada perubahan dari Kemenristekdikti menjadi Kemendikbudristek, tambah Togar, tukin menjadi tidak bisa dianggarkan.

"Bagaimana kita bisa menganggarkan kalau nomenklaturnya itu dan kejelasan kebijakan itu tidak ada?" ujarnya.

Ia juga mempermasalahkan terkait besaran tukin dosen ini yang berbeda antara satu kementerian dengan kementerian lain. "Besarannya itu yang dari kementerian lainnya, seperti Kementerian Agama, selisih antara tukin itu sendiri dengan tunjangan profesi yang diberikan. Jadi bukan full tukin langsung," paparnya.

"Dan juga kenyataannya bahwa untuk BLU dan PTNBH sudah mempunyai sistem renumerasi, jadi itu tidak dikenakan. Bahkan ada aturannya yang diberikan itu adalah untuk satker dan BLU," lanjutnya.

Ia pun menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya untuk memenuhi tunjangan kinerja dosen ini agar bisa segera terealisasikan. "Ini adalah salah satu perjuangan dari Pak Menteri untuk memberikan tukin ini yang besarnya Rp2,8 triliun. Jadi belum ada anggarannya, karena itu adalah salah satu tambahan yang dimintakan baik ke DPR, kemudian masuk ke Banggar, kemudian Kemenkeu. Dan itu harus ada perpresnya,” tandasnya. (*)

Sumber: disway news network