Tingkat Partisipasi Pemilih dalam Pilkada Rendah, Pakar UB: Ini Peringatan sekaligus PR bagi Yang Terpilih

--
LOWOKWARU, DISWAYMALANG.ID--Rendahnya voter turnout atau tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 bisa dimaknai sebagai peringatan dari masyarakat kepada para politisi.
"Bahwa sebaiknya para politisi lebih serius lagi dalam memperhatikan masyarakat dan berhenti bersikap dagelan," kata pengamat politik Ja'far Muhammad, S.IP, M.Sos
Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Brawijaya ini, umumnya ada empat faktor yang bisa disebut sebagai penyebab tingkat partisipasi yang rendah dalam sebuah ajang pemilihan umum. Selain faktor berupa peringatan, tiga faktor lain terkait efikasi masyarakat terhadap pilkada, perubahan nilai dan kurang informasi.
Faktor efikasi terhadap pelaksanaan Pilkada menurut Ja'far membuat masyarakat berpendapat memilih atau tidak memilih akan sama saja. Ditambah lagi faktor perubahan nilai antargenerasi yang cenderung menganggap pemilu sebagai kontestasi tahunan yang tidak penting bagi mereka.
"Jadi semua faktor itu saling berhubungan," tambahnya.
Seperti diberitakan, tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2024 di berbagai tempat relatif tergolong rendah. Termasuk di Malang Raya.
BACA JUGA:Partisipasi Pemilih Pilkada 2024 di Kabupaten Maupun Kota Malang Rendah
Bagaimana empat faktor penyebab tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 rendah itu itu saling berhubungan, Ja'far menyebut contoh informasi yang viral misalkan “pilkada core” di Tiktok. Info viral itu menyoroti betapa tidak kompeten dan dagelan nya para kontestan.
"Sayang sekali yang viral adalah yang memprihatinkan," ujarnya.
Ja'far Muhammad--
Info tersebut, menurut Ja'far bisa dilihat juga sebagai rendahnya efikasi yang berarti bahwa memilih dan tidak memilih akan sama saja. Sekaligus, bisa meningkatkan kemarahan publik bahwa politisi harus berkaca diri: masyarakat memperhatikan tindak tanduk mereka.
Residu Pilpres
Selain empat faktor di atas, Ja'far juga menyebut faktor Pemilu nasional untuk memilih presiden dan anggota legislatif lalu juga bisa berpengaruh. Menurut dia, bisa jadi ada residu-residu pilpres dan pileg yang mengendap di pikiran masyarakat dengan mengingat buruknya politik. "Seperti (politik hanya) berputar di elit saja, dinasti, politik uang, serangan sembako," paparnya.
Arus informasi yang sangat cepat menurut Ja'far justru membuat masyarakat lebih banyak melihat buruknya dibanding baiknya pilkada. "Arus informasi untuk mereka yang kritis, justru bisa jadi kecewa dengan beberapa akrobat politik belakangan. Sedangkan untuk yang apatis, calon tidak punya waktu yg cukup untuk mengenalkan diri," urainya.
Sumber: