Mendagri Sebut Tunjangan Anggota DPRD yang Besar Warisan Kebijakan Lama, Minta Kepala Daerah Evaluasi
--
JAKARTA, DISWAYMALANG.ID - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut pemberian tunjangan perumahan anggota DPRD yang membebani fiskal daerah, bukan berasal dari kebijakan kepala daerah yang baru. Menurut ia, tunjangan itu adalah warisan kebijakan lama berdasarkan regulasi yang berlaku.
"Itu terutama yang di Jawa ya. Saya udah ngecek yang daerah-daerah lain. Terutama yang di Jawa. Itu pun karena kebijakan lama, bukan kebijakan baru. Tolong jangan salahkan kepala daerah baru," ujar Tito di Komplek Parlemen, Senayan, dikutip Selasa (16/9).
Tito merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 yang mengatur bahwa jika rumah negara belum tersedia, maka diberikan tunjangan perumahan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada). "Nah kadang-kadang kan tarik-menarik di situ, ada daerah yang menaikkan, oke kita kasih tunjangan perumahan tapi APBD jangan diganggu ya, seperti itu," ungkapnya.
Mendagri lantas meminta kepala daerah untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini dengan mempertimbangkan suara publik. "Saya sudah sampaikan kepada kepala daerah, terutama yang di Jawa, agar koordinasi dengan DPRD mendengar suara publik," katanya.
BACA JUGA:Ketua DPRD Kota Malang Pastikan Tak Ada Kenaikan Tunjangan, Imbau Anggota Jaga Gaya Hidup
Kenaikan Pajak
Dalam kesempatan yang sama, Tito juga menyoroti kebijakan kenaikan pajak dan retribusi daerah yang dianggap membebani masyarakat. "Saya sudah memberikan arahan untuk masalah pajak, setiap kenaikan itu harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat," tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa kebijakan pajak berasal dari UU HKPD Nomor 1 Tahun 2022 dan PP Nomor 35 Tahun 2023. Oleh karena itu, kenaikan pajak harus melalui sosialisasi kepada masyarakat. "Kalau masyarakat nggak mampu diberikan beban, ya mereka pasti akan berat sekali," pungkasnya.
BACA JUGA:Ini Dia 9 Kuliner Viral yang Wajib Dicoba di Malang
Tito menyebut sebagian besar kepala daerah saat ini masih baru dan hanya melanjutkan kebijakan lama. "Tapi keputusan itu yang naikkan ini hanya lima. Yang di tahun 2025 ya, yang dari 20 yang di atas 1%. Yang lainnya keputusan yang lama," katanya.
Ia menegaskan agar kepala daerah tidak memaksakan kebijakan yang ditolak masyarakat. "Kalau masyarakat setuju, mayoritas terapkan. Kalau mayoritas nggak setuju, jangan dipaksakan. Masalah," tegasnya.
Sumber:
