Indeks Optimisme 2025, Perlu Perhatian Lebih untuk Dimensi Ekonomi dan Pemerintahan
Ilustrasi belanja bahan sembako--iStockphoto
MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Pada 17 Agustus 2025, Indonesia resmi memasuki usia ke-80 kemerdekaan.
Harapan menuju Indonesia Emas 2045 ketika negeri ini ditargetkan menjadi negara maju dan berpenghasilan tinggi masih menjadi visi bersama.
Namun, di tengah euforia peringatan kemerdekaan, muncul catatan penting: bagaimana sebenarnya optimisme publik terhadap arah negeri ini?
Dikutip melalui GoodStats, pada Juni hingga Juli 2025, merilis hasil survei Indeks Optimisme 2025 yang memotret sentimen masyarakat terhadap delapan dimensi. Yakni, ekonomi, pendidikan, kesehatan, teknologi dan inovasi, politik dan pemerintahan, budaya dan kreativitas, sosial dan toleransi, serta geopolitik dan hubungan internasional.
Penilaian dilakukan dengan skala 0–10. Skor 1–2 berarti sangat pesimis, 3–4 pesimis, 5–6 netral, 7–8 optimis, dan 9–10 sangat optimis.
Hasilnya, indeks optimisme nasional berada di angka 5,51 tepat di zona netral. Sebuah sinyal bahwa publik belum sepenuhnya yakin, namun juga tidak sepenuhnya kehilangan harapan.
Ekonomi, Dimensi dengan Optimisme Kedua Terendah
Dari seluruh dimensi yang diukur, ekonomi menempati posisi kedua terendah setelah politik dan pemerintahan. Dengan skor 5,16, sedikit di bawah rata-rata nasional.
Dimensi ekonomi dipecah menjadi tiga indikator antara lain daya beli masyarakat, peluang kerja, dan pertumbuhan ekonomi.
Daya beli menjadi indikator paling “cerah” dengan skor 5,68, menandakan publik masih relatif optimis.
Namun, dua indikator lainnya justru berada di wilayah pesimis: pertumbuhan ekonomi di angka 4,95, dan peluang kerja di posisi terendah dengan skor 4,85.
Harga Pangan, Mayoritas Warga Mengaku Tertekan
Ketika bicara ekonomi rumah tangga, dua variabel menjadi sorotan utama harga kebutuhan pokok dan pendapatan.
Dikutip melalui survei GoodStats mencatat, 55,6 persen responden mengaku sangat merasakan kenaikan harga bahan pokok, sementara 41,1 persen merasakan kenaikan dalam skala “sedikit”.
Hanya 3,1 persen yang merasa harga kebutuhan pokok tidak mengalami kenaikan.
Fakta ini memperkuat keluhan publik bahwa inflasi pangan masih menjadi momok. Kenaikan harga sembako yang terjadi secara konsisten membuat pengeluaran rumah tangga semakin ketat, meski secara makro pertumbuhan ekonomi diklaim membaik.
Pendapatan: Sepertiga Warga Mengalami Penurunan
Sumber: goodstats
