Gen Z Paling Dominan sebagai Pelaku Investasi, Makin Sadar Prinsip Menyisihkan Bukan Menyisakan
Ilustrasi menabung--iStockphoto
MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Kesadaran untuk membangun masa depan finansial lewat investasi kini semakin marak di kalangan muda Indonesia. Khususnya, generasi yang lahir di bawah tahun 1997 atau Gen Z.
Berdasarkan survei KedaiKOPI bertajuk Pola Penggunaan Produk Investasi, mayoritas responden memulai investasi di usia produktif, memperlihatkan pergeseran pola pikir masyarakat dalam mengelola keuangan jangka panjang.
Survei yang dilakukan pada 20 Februari hingga 2 Maret 2025 terhadap 900 responden dari berbagai latar belakang menunjukkan bahwa kelompok Gen Z dengan usia 23 hingga 28 tahun menjadi yang paling dominan memulai investasi. Yakni sebesar 40,7 persen dari seluruh responden yang disurvei tersebut.
Di peringkat kedua, juga masih kelompok Gen Z, namun dengan usia lebih muda. Yakni, Gen Z elompok usia 17 hingga 22 tahun yang tercatat sebanyak 23,2 persen. Baru berikutnya, kelompok milenola dengan usia 29 hingga 34 tahun (22,5 persen).
Sementara itu, hanya 10,9 persen yang baru mulai berinvestasi pada usia 35 hingga 40 tahun, dan sisanya di bawah 17 tahun atau di atas 40 tahun menunjukkan persentase yang sangat kecil.
Fenomena ini mencerminkan pergeseran positif dalam literasi keuangan generasi muda.
Kesadaran untuk “menyisihkan, bukan menyisakan” dana investasi makin kuat. Prinsip snowball effect atau efek bola salju yang disebut oleh investor legendaris Warren Buffet menjadi alasan kuat semakin awal seseorang memulai, semakin besar peluang pertumbuhan asetnya seiring waktu.
Gaji Bulanan Masih Jadi Andalan Dana Investasi
Saat ditilik dari sisi pendanaan, mayoritas responden mengandalkan gaji bulanan (82,4 persen) sebagai sumber dana utama untuk berinvestasi.
Ini menegaskan bahwa pendapatan tetap dianggap sebagai pilihan paling aman dan konsisten.
Selain itu, bonus kerja (39,3 persen), tabungan pribadi (32,9 persen), dan THR (24,6 persen) juga menjadi sumber yang cukup signifikan, terutama saat ada surplus pendapatan.
Namun, dana yang bersifat tidak rutin seperti warisan (9,4 persen), penjualan aset (12,6 persen), serta dana pemberian non-warisan (12,7 persen) hanya digunakan oleh sebagian kecil responden.
Begitu pula penghasilan dari usaha sampingan atau berdagang (2,6 persen), serta beasiswa dan hadiah lomba, yang menunjukkan bahwa pendapatan alternatif belum menjadi tumpuan utama masyarakat dalam berinvestasi.
Sebagian Besar Masih Sisihkan di Bawah 10 Persen
Meski tren berinvestasi meningkat, tantangan justru terlihat dari rendahnya persentase alokasi dana untuk investasi.
Sumber: survei kedaikopi
