22 Mei Juga Hari Preeklamsia Sedunia : Ketika Kehamilan Tak Lagi Sekadar Menanti Bahagia
Hari Preeklamsia Sedunia - Cegah Untuk Selamatkan 2 Nyawa!-pinterest-
MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Kehamilan seharusnya menjadi masa paling membahagiakan dalam hidup seorang perempuan. Tapi bagi sebagian ibu hamil, masa ini justru bisa menjadi awal dari perjuangan panjang menghadapi komplikasi serius bernama preeklamsia. Penyakit ini tidak bisa dianggap sepele—bukan hanya membahayakan nyawa ibu, tapi juga janin dalam kandungannya.
Diperingati setiap 22 Mei, Hari Preeklamsia Sedunia jadi momen penting untuk mengenalkan kembali bahaya penyakit ini ke publik. Di balik wajah ibu yang tampak sehat, bisa jadi tekanan darahnya sedang melonjak yang bisa mengancam kesehatan jiwa.
1. Apa Itu Preeklamsia?
Preeklamsia adalah gangguan kehamilan serius yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu, ditandai dengan tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg) dan adanya protein dalam urin (proteinuria). Namun, dalam beberapa kasus, proteinuria bisa saja tidak muncul, dan diagnosis hanya didasarkan pada peningkatan tekanan darah disertai gangguan organ lain seperti kerusakan hati, ginjal, sistem saraf, atau gangguan pembekuan darah.
Menurut The Lancet Global Health (2020), preeklamsia mempengaruhi 8 - 20% kehamilan di seluruh dunia. Ini merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi. WHO mencatat bahwa komplikasi ini dapat menyebabkan 70.000 kematian ibu dan 500.000 kematian janin atau bayi setiap tahun.
Preeklamsia juga bisa berkembang menjadi eklamsia—sebuah kondisi yang ditandai dengan kejang dan berisiko tinggi terhadap kematian jika tidak segera ditangani. Bahkan, dalam kasus berat, bisa terjadi sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan penurunan jumlah trombosit) yang sangat membahayakan nyawa ibu.
2. Gejala Awal yang Sering Diabaikan
Gejala preeklamsia bisa muncul melalui beberapa hal. Tanda-tanda awal seperti sakit kepala hebat yang tidak kunjung hilang, pembengkakan tangan dan wajah, gangguan penglihatan (seperti pandangan kabur atau kilatan cahaya), serta nyeri di perut kanan atas hingga mual berlebihan, sayangnya hal ini sering disalahartikan sebagai bagian normal dari kehamilan.
Menurut jurnal American Journal of Obstetrics and Gynecology (2022), hanya 38% ibu hamil dengan preeklamsia ringan yang sadar mengalami gejala dan melaporkannya ke dokter. Padahal, jika gejala ini dibiarkan, kondisi bisa memburuk dalam hitungan hari atau bahkan jam.
Salah satu ciri khas lain yang sering muncul adalah kenaikan berat badan secara drastis dalam waktu singkat akibat retensi cairan. Ini bukan kenaikan yang disebabkan oleh lemak, tapi karena tubuh menahan air dalam jumlah besar, yang juga memicu pembengkakan.
3. Risiko Terbesar: Ibu Hamil Pertama dan Usia Ekstrem
Faktor risiko preeklamsia tertinggi terjadi pada ibu hamil yang pertama kali mengandung (primigravida) dan pada kehamilan di usia ekstrem—yakni di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun. Studi dari British Medical Journal (BMJ) (2021) menunjukkan bahwa risiko preeklamsia meningkat 3 kali lipat pada wanita yang hamil pertama kali, terutama jika kehamilan terjadi tanpa perencanaan dan minim pemantauan medis.
Secara fisiologis, sistem kekebalan tubuh ibu akan “beradaptasi” terhadap keberadaan janin yang memiliki materi genetik ayah. Pada kehamilan pertama, adaptasi ini belum terbentuk secara optimal sehingga meningkatkan risiko inflamasi di plasenta. Ini menjelaskan kenapa preeklamsia lebih sering terjadi pada primigravida.
Faktor usia juga memainkan peran penting. Usia terlalu muda sering kali dikaitkan dengan kondisi tubuh yang belum sepenuhnya siap secara biologis, sementara usia di atas 35 tahun membawa risiko komplikasi kehamilan yang lebih tinggi akibat penurunan fungsi vaskular dan hormonal.
Sumber: the lancet global health
