Momen World AIDS Vaccine Day, Ini Perkembangan Vaksin Penangkal HIV AIDS yang Sudah Diproduksi
Vaksin Yang Dikembangkan Dalam Dunia Medis Untuk HIV AIDS-NIH-
MALANG, DISWAYMALANG.ID -- 18 Mei bukan sekadar tanggal. Di kalangan ilmuwan dan komunitas kesehatan dunia, ini adalah pengingat bahwa vaksin HIV masih dalam tahap pencarian.
Meski terapi antiretroviral (ARV) telah menyelamatkan jutaan nyawa, vaksin tetap dianggap sebagai jalan utama untuk mencegah penyebaran HIV secara global. Sampai hari ini, belum ada satu pun vaksin yang resmi disetujui untuk mencegah infeksi HIV. Tapi harapan belum padam. Berbagai pendekatan vaksin eksperimental terus diuji—mulai dari vaksin peptida, DNA, vektor virus, hingga teknologi terbaru: mRNA.
Berikut Penjelasannya!
1. Vaksin Peptida: Fragmen Protein untuk Pancing Imunitas
Salah satu pendekatan paling awal adalah vaksin peptida, yang menggunakan potongan kecil protein HIV—disebut peptida sintetik—untuk merangsang sistem kekebalan. Meski sederhana, pendekatan ini terbukti mampu memicu respons sel T. Namun, hasilnya masih terbatas jika digunakan sendiri tanpa kombinasi adjuvan yang kuat.
Menurut studi dari Journal of Immunology Research (2021), vaksin peptida menunjukkan potensi pada hewan uji, tetapi imunitas yang dihasilkan cenderung spesifik dan tidak cukup luas untuk menghadapi keragaman strain. Penelitian ini menyebutkan bahwa vaksin jenis ini lebih cocok sebagai bagian dari strategi kombinasi (prime-boost), bukan sebagai kandidat tunggal.
2. Vaksin DNA: Menulis Kode untuk Sistem Imun
Vaksin DNA menggunakan plasmid sintetis berisi kode genetik virus HIV (virus yang menyebabkan infeksi hingga ke tahap aids) untuk ‘mengajari’ tubuh memproduksi antigen dan memicu sistem imun. Konsep ini aman, stabil, dan mudah diproduksi. Namun, tantangan terbesarnya adalah efisiensi transfer gen ke dalam sel manusia.
Sebuah tinjauan dari Frontiers in Immunology (2022) menunjukkan bahwa vaksin DNA mampu menghasilkan respons sel T yang kuat, tetapi perlindungan terhadap infeksi masih belum memadai. Para ilmuwan kini mencoba menggabungkannya dengan teknik penyuntikan elektroporasi agar efektivitasnya meningkat.
3. Vaksin Vektor Virus: Gunakan Virus Jinak untuk Kirim Pesan
Pendekatan ini menggunakan virus non-patogen, seperti adenovirus atau MVA (Modified Vaccinia Ankara), yang dimodifikasi untuk membawa gen. Vaksin ini bisa memicu respons kekebalan yang kuat, baik dari sel T maupun antibodi. Namun, jika tubuh sudah punya antibodi terhadap vektor yang dipakai, efektivitas vaksin bisa berkurang.
Dalam publikasi The Lancet (2023), dijelaskan bahwa vaksin berbasis vektor adenovirus tipe 26 (Ad26)—seperti yang digunakan dalam studi Imbokodo dan Mosaico—mampu menghasilkan respons imun awal yang menjanjikan. Namun, hasil akhir studi menunjukkan efikasi yang tidak signifikan dalam mencegah infeksi, sehingga uji klinis besar dihentikan lebih awal.
4. Vaksin mRNA: Bintang Baru di Dunia Vaksin
Setelah sukses besar pada vaksin COVID-19, teknologi mRNA mulai digunakan untuk HIV. Vaksin ini mengirimkan ‘pesan genetik’ ke dalam sel tubuh agar memproduksi protein HIV tertentu, yang kemudian memicu respons imun. Kelebihannya? Cepat dikembangkan, fleksibel, dan tidak membawa virus sama sekali.
Sumber: journal of immunology research
