16 Mahasiswa UB Menjadi Awardee di Kampus Taiwan untuk Belajar Sains
Peserta 025 New Southbound Policy Elite Study Program--prasetya.ub.ac.id
MALANG, DISWAYMALANG.ID--Sebanyak 16 mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) dari berbagai fakultas meraih kesempatan belajar di luar negeri. Kali ini, mereka menjadi bagian dalam program bergengsi “2025 New Southbound Policy Elite Study Program” selama satu semester di National Pingtung University of Science and Technology (NPUST), Taiwan.
Program yang diinisiasi oleh pemerintah Taiwan ini merupakan sebuah upaya untuk mempererat kerja sama dengan 18 negara di Asia. Melalui program ini, para mahasiswa terpilih mendapatkan kesempatan untuk mendalami berbagai bidang ilmu khususnya sains, serta berkolaborasi dalam kegiatan akademik bersama mahasiswa dari jenjang Sarjana, Master, hingga PhD.
16 mahasiswa ini terdiri atas Ranjiv AA Sihombing selaku ketua awardee serta Ariawan Adinata dan Syakira Athaya dari Fakultas Pertanian. Kemudian, Athalita Salma RS Devy Tiyona Ilfa Musyahadah dan Nabila Azzahra dari Fakultas Teknologi Pertanian.
Berikutnya, Azka Variza Iskandar dari FMIPA, Eric Fayyaz, Kautsar Arya Emhawi, Lathifa Humairo Al Ahmady, Miftahudin Arief, Nashyaira Azzahra, Satrio Wicaksono, Sebastian Samuel Ginting dan Zahidah Al ‘Adwaiyyah dari Fakultas Peternakan. Terakhir, Rafi Brilianto dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Bukan hanya membuka akses pengetahuan dan teknologi, menurut Ranjiv, kegiatan ini juga memperluas jejaring internasional. “Ini juga sebagai upaya memperkuat posisi UB sebagai kampus yang konsisten mendorong visi World Class University”, imbuhnya.
Pengaruh Minat Ranjiv dalam Seleksi
Ranjiv mengungkapkan bahwa ketertarikannya pada entrepreneurship, agriculture, dan food science menjadi alasan utamanya memilih NPUST. Menurutnya, universitas tersebut merupakan tempat yang sangat cocok untuk mengeksplorasi bidang agribisnis baik dari sisi akademik, non-akademik, maupun internasionalisasi.
Proses seleksi yang dilalui Ranjiv dan awardee lainnya meliputi tahap administrasi berkas yang ketat, seperti pengumpulan rencana studi, sertifikat kemahiran Bahasa Inggris (EPT), transkrip akademik, paspor, dan surat rekomendasi.
Pengalaman pertukaran pelajar sebelumnya ke Malaysia dan Filipina serta kemampuan kepemimpinan, kolaborasi, dan public speaking yang diasah di organisasi diyakininya menjadi nilai tambah dalam proses seleksi.
“Fakta uniknya, saya mengenal NPUST dari dosen-dosen terdekat saya, sehingga memunculkan rasa penasaran untuk bisa menjadi mahasiswa di sana,” jelas Ranjiv.
Tak Menyangka Lolos karena Tak Bisa Bahasa Mandarin
Ia mengaku tidak menyangka dapat lolos seleksi, terutama karena tidak memiliki dasar kemampuan Bahasa Mandarin. “Awalnya saya hanya berpikir untuk mendaftar saja. Namun pada akhirnya, jalan Tuhan lebih indah dari yang saya kira,” ungkapnya penuh syukur.
Kini, Ranjiv dan mahasiswa UB lainnya telah berada di Taiwan dan memulai perkuliahannya. Dalam minggu pertamanya, ia mengaku terkesan dengan keteraturan negara tersebut dan sistem akademik di NPUST. Selain dapat berinteraksi dengan mahasiswa internasional lainnya, ia juga mendapatkan mata kuliah Bahasa Mandarin sebanyak 12 SKS untuk mempermudah adaptasi.
“Harapan terbesar saya dari program ini adalah mendapatkan ilmu-ilmu yang berguna dan bermanfaat untuk saya bawa kembali dan sebarkan bagi orang lain. Semoga program ini juga memberikan kemudahan bagi kami untuk terus berkarya dan bekerjasama menuju kolaborasi ekonomi,” tuturnya.
Sumber: prasetya.ub.ac.id
