Saat Strategi Saja Tak Cukup, Mengenal McKinsey 7S Framework untuk Keselarasan Kerja!
7 Model dari Pemikiran McKinsey Untuk Dunia Kerja dan Organisasi-WildCapital.co-
Di 7S Framework, strategi bukan berdiri sendiri, tapi harus beradaptasi dengan kemampuan internal, termasuk skill SDM dan budaya organisasi. Strategi yang baik bukan hanya realistis, tapi juga bisa dieksekusi.
Jika tidak selaras dengan sistem dan struktur yang ada, strategi hanya menjadi dokumen presentasi tanpa dampak nyata. McKinsey menyarankan agar strategi dikalibrasi ulang secara berkala seiring dinamika organisasi dan lingkungan eksternal.
3. Systems: Jalannya Operasi Sehari-hari, Bukan Cuma SOP
Sistem adalah prosedur, kebijakan, dan proses yang digunakan perusahaan untuk menjalankan operasinya. Ini termasuk sistem IT, sistem HR, SOP produksi, hingga cara pelaporan kinerja. Sistem yang baik membuat organisasi berjalan tanpa hambatan, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi risiko kesalahan manual. Sistem yang buruk membuat karyawan frustrasi, memperlambat layanan, dan merugikan perusahaan secara finansial.
Dalam konteks 7S, sistem harus mencerminkan nilai dan strategi perusahaan. Misalnya, kalau perusahaan ingin mendorong kolaborasi lintas tim, tapi sistem penilaiannya masih fokus pada pencapaian individu, maka akan terjadi benturan budaya kerja. Sistem yang outdated juga bisa menjadi hambatan bagi inovasi dan pertumbuhan, sehingga pembaruan sistem menjadi bagian penting dalam strategi jangka panjang.
4. Style: Gaya Kepemimpinan yang Diam-diam Menentukan Arah Organisasi
Style merujuk pada gaya manajemen dan kepemimpinan yang dominan di perusahaan. Apakah lebih otoriter, demokratis, atau fleksibel? Gaya ini mencerminkan nilai-nilai yang dihargai oleh para pemimpin, bagaimana keputusan diambil, dan bagaimana pemimpin berinteraksi dengan karyawan. Style juga memengaruhi cara karyawan berperilaku dan berkomunikasi sehari-hari.
McKinsey menyebut style sebagai salah satu soft element yang sering diabaikan. Padahal, saat terjadi perubahan strategi atau struktur, gaya kepemimpinan juga harus menyesuaikan. Gagal menyesuaikan gaya bisa membuat perubahan menjadi macet di tengah jalan. Misalnya, gaya kepemimpinan top-down akan sulit diterapkan dalam organisasi yang ingin mendorong inovasi dari bawah.
BACA JUGA:Dunia Kerja dan Bisnis Tak Hanya Soal Bersaing, Kenali yang Ini: Porter's Five Forces
5. Staff: Sumber Daya Manusia, Kompetensinya, dan Distribusinya
Staff dalam konteks 7S Framework bukan hanya jumlah karyawan, tapi juga mencakup profil kompetensi, distribusi talenta, dan mekanisme pengembangan SDM. Ini menyangkut apakah organisasi memiliki orang yang tepat untuk mencapai tujuan strategisnya.
Selain itu, faktor-faktor seperti retensi karyawan, keseimbangan gender, dan keberagaman juga ikut berperan penting.
Ketika strategi berubah, kadang perlu dilakukan re-alokasi atau pelatihan ulang. Perusahaan yang hanya ganti strategi tanpa mempersiapkan SDM akan terjebak pada ketimpangan antara ekspektasi dan realisasi. Pengembangan staff melalui pelatihan dan coaching menjadi salah satu langkah krusial dalam menjaga keselarasan antara strategi dan eksekusi lapangan.
6. Skills: Kemampuan Inti yang Membuat Perusahaan Bertahan
Skills mengacu pada kompetensi yang benar-benar dikuasai organisasi. Ini bisa berupa keahlian teknis seperti pengembangan perangkat lunak, atau soft skill seperti negosiasi dan kerja tim. Skills bukan hanya dimiliki individu, tapi juga bisa menjadi kekuatan kolektif organisasi seperti kemampuan inovasi atau kecepatan dalam merespons pasar.
Sumber: mckinsey & company
