Makna Tersembunyi dari Lagu “Eldest Daughter” Taylor Swift: Emosional tentang Anak Sulung
Poster rilis album Showgirl Taylor Swift--Taylor Swift
MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Ketika album The Life of a Showgirl resmi dirilis pada pukul 12 malam waktu ET, Jumat (3/10) lalu, para penggemar Taylor Swift yang dikenal sebagai Swifties langsung beraksi.
Seperti biasa, mereka menelusuri setiap lirik, mencari makna tersembunyi yang diselipkan Taylor dalam setiap nada.
Namun, ada satu lagu yang segera mencuri perhatian yakni “Eldest Daughter”, trek kelima dari album ini.
Bagi penggemar lama, posisi lagu kelima bukan hal sepele. Sejak era Red di tahun 2012, mereka menyadari bahwa Taylor memiliki pola unik seperti lagu di urutan kelima selalu menjadi yang paling emosional dan jujur.
Ia sendiri mengonfirmasi hal ini pada 2019 lewat Instagram Live. “I didn’t realize I was doing this, but as I was making albums, I guess I was just kind of putting a very vulnerable, personal, honest, emotional song as Track 5,” ungkapnya. Sejak saat itu, urutan tersebut menjadi simbol “pengakuan hati Taylor.”
Tradisi ini melahirkan deretan lagu-lagu ikonik seperti “All Too Well” (Red), “The Archer” (Lover), hingga “So Long, London” dari The Tortured Poets Department.
Kini, “Eldest Daughter” hadir sebagai pewaris emosional dari jejak itu namun dengan kedalaman baru yang menggali sisi Taylor sebagai figur perempuan tertua, baik secara pribadi maupun simbolis.
Refleksi Anak Sulung dan Beban Tak Terlihat
Judul lagu ini diduga terinspirasi oleh fenomena yang viral di media sosial yakni eldest daughter syndrome atau “sindrom anak sulung perempuan.”
Meski bukan istilah medis resmi, istilah ini menggambarkan tekanan besar yang sering dialami anak perempuan pertama dalam keluarga. Mulai dari tuntutan menjadi panutan, penjaga stabilitas, hingga penanggung beban emosional keluarga.
Taylor, yang memang memiliki satu adik laki-laki bernama Austin, hal ini merepresentasikan Taylor sebagai anak sulung.
Namun, lagu ini terasa melampaui batas pribadi seperti seolah ia berbicara sebagai “anak sulung" secara metaforis dalam industri musik.
Dimana digambarkan anak perempuan pertama merupakan seorang pionir yang membuka jalan, menghadapi sorotan, dan menanggung ekspektasi publik sejak usia muda.
Lirik seperti “Every eldest daughter was the first lamb to the slaughter, so we all dressed up as wolves and we looked fire” menggambarkan transformasi dari kepasrahan menuju kekuatan.
Taylor mengibaratkan dirinya dan perempuan lainnya sebagai “anak domba pertama” yang dikorbankan demi pelajaran hidup. Namun kini menjelma menjadi sosok tangguh yang belajar melindungi diri di dunia yang keras.
Sumber: time magazine
