LOWOKWARU, DISWAYMALANG.ID--Kesempatan itu dimanfaatkan dengan maksimal oleh Nisrina Khansa. Terpilih sebagai salah satu dari 250 fellows dari seluruh Asia Tenggara dalam program Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) Academic Fellowship di James Madison University, Harrisonburg, Virginia, Amerika Serikat, ia manfaatkan waktu di sana untuk mengerjakan-up grade banyak hal.
Salah satunya, keilmuan plus soft skill dalam presentasi dan diskusi. Itu dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik (FISIP) Universitas Brawijaya ini dengan tidak hanya mengikuti kelas. Tapi, juga aktif mengikuti sesi diskusi.
Selama lima minggu mengikuti program yang berlangsung pada musim semi 2025 ini, Khansa beberapa kali terlibat dalam diskusi bersama profesor dan mahasiswa internasional. Dia juga melakukan kunjungan langsung ke pusat-pusat pemerintahan di level negara bagian maupun federal
Sesuai fokus tema program YSEALI 2025 yakni, Society and Governance, dia juga mempelajari sejarah Amerika Serikat serta dinamikasosial-politik yang membentuk demokrasi di negara tersebut.
Mahasiswi angkatan 2022 ini mengaku banyak mendapat pembelajaran dari berbagai kegiatan selama berada di NegerI Paman Sam ini. Namun bagi dia, pembelajaran paling berharga justru datang dari interaksi bersama sesama peserta YSEALI dari berbagai negara Asia Tenggara.
“Mereka tidak ragu berbagi kisah tentang perlawanan, harapan, kegagalan kebijakan, dan terobosan. Saya belajar banyak dari mereka, sama seperti saya belajar dari para professor,” ungkapnya..
Melalui dialog lintas budaya dan perspektif ini, Khansa mendapatkan pemahaman yang lebih luas mengenai tantangan dan praktik pemerintahan di kawasan Asia Tenggara. Termasuk kesamaan perjuangan yang dihadapi generasi muda di negara berkembang.
Peserta program Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) Academic Fellowship pada Spring 2025 di James Madison University, Amerika Serikat--Istimewa
BACA JUGA:Komisi VII DPR RI Ingatkan KEK Singhasari Harus Inklusif dan Jangkau Berbagai Komunitas
Lebih Berani Berpendapat
Di tengah padatnya agenda, Khansa juga menyimpan beberapa refleksi personal. Ia mengaku sempat merasa belum cukup berani untuk menyuarakan pendapat dalam beberapa diskusi dan berharap bisa lebih banyak menjalin hubungan dengan komunitas lokal selama di Amerika.
“Saya berharap saya bisa lebih banyak berbicara, terhubung lebih dalam, atau berani lebih cepat,” tuturnya.
Meski demikian, pengalaman tersebut justru menjadi bekal penting yang ia bawa pulang. Sepulang dari Amerika Serikat, Khansa berkomitmen untuk mengembangkan inisiatif berbasis komunitas. Termasuk ruang belajar inklusif bagi organisasi yang dia tekuni saat ini yaitu di LPM Perspektif dan Girl Up Brawijaya.
Baginya, pengalaman internasional bukan tujuanakhir, melainkan awal dari tanggung jawab baru di lingkungan asalnya.
Khansa berharap pengalamannya ini bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa Ilmu Pemerintahan lainnya untuk berani mengejarpeluang global dan terlibat aktif dalam pembangunan sosial di komunitas masing-masing. Ia percaya bahwa perjalanan seperti YSEALI bukan hanya tentang pergi jauh, tapi tentang menemukan arah pulang yang lebih jelas.
“Kamu tidak harus yakin untuk memulai. Terkadang kamu hanya perlu mencoba dan biarkan kepastian itu menyusul nanti,” pesannya.