Sinergi Dua Program Strategis: MBG dan Revitaliasi Tambak Terlantar Komoditas Ikan Nila Salin

Senin 07-07-2025,08:44 WIB
Reporter : Prof. Dr. Sc , Asep Awaludin P
Editor : Solihin Bahari

Dalam konteks ketahanan pangan, keunggulan ini menjadi kunci dalam menyediakan pasokan protein dengan biaya yang lebih terjangkau.

Revitalisasi Tambak: Efisien, Ramah Lingkungan dan Tantangan

Salah satu indikator potensi kesuksesan dari pemanfaatan tambak terlantar adalah efisiensi biaya. Sebagian besar tambak masih memiliki struktur dasar seperti pematang dan saluran irigasi yang dapat digunakan kembali. Revitalisasi tambak, dibanding membuka lahan baru, tentu jauh lebih cepat, murah, dan ramah lingkungan.

Tambak-tambak ini, yang sebelumnya dianggap terbengkalai dan tidak menghasilkan, kini berpotensi menjadi pusat produksi pangan dan kehidupan ekonomi sirkuler baru. Inisiatif ini juga sejalan dengan program Revitalisasi Akuakultur Berkelanjutan dari KKP. Penerapan sistem biosekuriti, IPAL, serta sertifikasi CBIB akan memastikan praktik budidaya dilakukan secara aman, efisien, dan lestari.

Meski potensinya besar, program ini tetap menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah belum tersedianya SOP yang final dan terdistribusi secara nasional untuk budidaya nila salin. Sejak 2020, KKP telah menguji model budidaya di beberapa lokasi dengan pemberitaan yang menjanjikan hasil yang memuaskan.

Namun, meski Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2023 telah menetapkan rekomendasi teknologi budidaya nila salin, penerapan SOP teknis di lapangan masih sangat terbatas.

Selain itu, ketersediaan benih unggul nila salin juga menjadi tantangan. Meskipun Laboratorium lapang di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, sudah mampu memproduksi benih ikan nila salin dengan ketahanan hidup yang baik pada salinitas 22 ppt, namun perlu diakui jika masih banyak hatchery yang belum fokus dan melihat potensi komoditas ini. Pasokan benih yang stabil dan unggul, masih perlu ditingkatkan untuk mendukung perluasan budidaya secara nasional.

Sinergi Program MBG, Akuakultur dan Penguatan Ekonomi


Ilustrasi program Makan Bergizi Gratis--disway.id

Pemanfaatan tambak untuk budidaya nila salin menciptakan sinergi kuat antara dua program strategis nasional: MBG dan Revitalisasi Akuakultur Berkelanjutan. Di satu sisi, kita menyediakan sumber protein yang bergizi dan terjangkau bagi anak-anak sekolah. Di sisi lain, kita menghidupkan kembali tambak-tambak idle dan memberdayakan masyarakat pesisir.

Wilayah seperti Pantura Jawa memiliki posisi strategis untuk mendukung program ini. Infrastruktur yang sudah tersedia, serta kedekatannya dengan pasar di kota-kota besar, menjadikannya ideal sebagai pusat produksi nila salin untuk menyuplai kebutuhan MBG.Selain nilai gizi, program ini juga berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja dan penguatan ekonomi lokal. Koperasi nelayan, BUMDes, dan komunitas lokal dapat menjadi pelaku utama dalam rantai pasok, mulai dari pembibitan, budidaya, hingga distribusi hasil panen ke sekolah-sekolah.

Tantangan finansial untuk revitalisasi dan pelatihan bisa diatasi melalui berbagai skema pendanaan, antara lain:

  • Alokasi anggaran pemerintah melalui program strategis nasional;
  • Kerja sama dengan BUMN pangan untuk pengolahan dan distribusi;
  • Kerjasamaa unit usaha perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH);
  • Dana CSR perusahaan.

Langkah Nyata, Dampak Besar

Kini saatnya kita tidak lagi memandang tambak-tambak terbengkalai sebagai beban atau kegagalan, melainkan sebagai potensi besar untuk menciptakan solusi nyata bagi permasalahan gizi dan ekonomi daerah. Budidaya nila salin di tambak idle dapat menjadi jawaban atas dua tantangan sekaligus: ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi pesisir.

Budidaya udang memang memberikan margin keuntungan lebih tinggi, namun risikonya juga lebih besar. Modal awal yang tinggi, kebutuhan teknis yang kompleks, dan kerentanan terhadap penyakit menjadikan budidaya udang tidak selalu dapat diandalkan, terutama oleh petambak kecil. Di sisi lain, budidaya nila salin menawarkan model yang lebih sederhana, risiko yang lebih terkendali, dan tingkat keberhasilan yang lebih stabil.

Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, keberhasilan revitalisasi tambak dengan nila salin merupakan wujud kontribusi nyata  sektor perikanan untuk Indonesia yang lebih sehat, cerdas. Aksi ini, seolah mengingatkan kita dengan pepatah sekali  mendayung dua tiga pulau terlampau. Selain menjadi implementasi dua Program Strategis Nasional (PSN) pemerintah, prohram ini memberikan dukungan terhadap ketahanan dan kedaulatan pangan, dengan sekaligus memberikan fondasi kuat dalam mencetak generasi emas Indonesia yang sehat secara fisik, unggul secara intelektual, dan tangguh menghadapi masa depan. 

*Dekan Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan UB

Kategori :