Belajar Public Speaking Sejak Dini: Bekal Emosional dan Karakter bagi Generasi Muda

Kamis 08-05-2025,05:55 WIB
Reporter : Tazqia Aulia Zalzabillah
Editor : Agung Pamujo

MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Dunia pendidikan saat ini tak hanya menekankan pentingnya kemampuan akademik, tetapi juga kemampuan komunikasi, salah satunya public speaking. 

Keterampilan berbicara di depan umum ini menjadi semakin relevan di era digital dan demokrasi terbuka, di mana suara anak muda memiliki ruang lebih besar untuk didengar.

Fenomena terbaru yang menarik perhatian publik datang dari seorang siswa asal Bekasi yang secara terbuka menyuarakan pendapatnya kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. 

Dalam video yang viral di media sosial, sang siswa menunjukkan keberanian, ketegasan, dan kemampuan menyampaikan pikiran dengan jelas meskipun dinilai masih emosional dan subjektif oleh sebagian netizen.

Menanggapi fenomena ini, praktisi komunikasi sekaligus dosen public speaking, Kamelia Abas Samana, M.Med.Kom., menilai bahwa ekspresi semacam itu justru menunjukkan potensi besar anak muda dalam dunia komunikasi publik.


Kamelia Abas Samana, M.Med.Kom. praktisi Public Speaking --Istimewa

“Anak ini sebenarnya punya kemampuan public speaking yang keren, cuma karena usianya masih muda, jadi memang emosinya belum stabil. Itu khas remaja yang sedang yakin-yakinnya terhadap hal yang dianggap benar,” ujarnya.

Public Speaking Bukan Soal Bicara, Tapi Juga Soal Emosi

Menurut Kamelia, public speaking bukan hanya sekadar berbicara lantang di depan orang banyak. 

Ada unsur pengendalian emosi, kemampuan memilih diksi, intonasi suara, serta keberanian untuk tampil dan menyampaikan ide secara terbuka.

“Kemampuan berbicara di depan umum perlu dibarengi dengan stabilitas emosi. Tapi tentu saja, untuk sampai ke tahap itu dibutuhkan proses, pengalaman, dan kedewasaan,” jelasnya.

Ia menyebut bahwa di usia remaja, subjektivitas dalam berbicara masih sangat wajar. 

Justru, momen-momen seperti itu menjadi ruang belajar penting untuk membentuk karakter dan kepercayaan diri siswa.

Dialog Terbuka vs Saling Sindir di Medsos

Menyikapi format komunikasi publik yang dilakukan siswa dengan Gubernur Dedi Mulyadi, Kamelia justru menilai bahwa dialog langsung jauh lebih sehat dibandingkan saling sindir melalui media sosial atau aksi protes yang tidak produktif.

“Saya sangat setuju dengan pendekatan dialog terbuka. Pemimpin bisa dengar langsung suara rakyat, dan rakyat dalam hal ini anak muda punya kesempatan menyampaikan hal-hal yang mereka resahkan. Itu bisa mendekatkan jarak antara pemimpin dan masyarakat,” ujarnya.

Kamelia bahkan menyebut bahwa pendekatan seperti ini pernah dilakukan di masa Orde Baru melalui program "Klompencapir", meskipun tentu dalam konteks dan era yang berbeda.

Belajar dari Rumah, Dilatih di Sekolah

Kategori :