Dosen UMM tentang Pemagaran di Laut Tangerang: Ancaman Ekosistem dan Dugaan Reklamasi

Rabu 22-01-2025,19:38 WIB
Reporter : Tazqia Aulia Zalzabillah
Editor : Agung Pamujo

TLOGOMAS, DISWAYMALANG.ID-- Pemagaran sepanjang 30,16 kilometer di kawasan laut Tangerang menjadi sorotan publik.

Klaim bahwa pagar bambu tersebut berfungsi untuk mencegah abrasi dan tsunami memicu berbagai pertanyaan, terutama mengenai motivasi sebenarnya di balik proyek tersebut.

Ahli Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Lautan Dr. David Hermawan, M.P., IPM., memaparkan analisis kritis yang mengungkap fakta-fakta mengkhawatirkan terkait kasus ini.

Menurut David, Pagar sepanjang 30,16 kilometer ini menelan biaya hingga Rp4-5 miliar. Angka sebesar itu jelas tidak berasal dari gotong royong masyarakat biasa. Ada pihak besar yang membiayai proyek ini. 

“Alasan pencegahan abrasi menggunakan pagar bambu tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Metode yang lazim digunakan adalah breakwater atau bronjong batu, bukan pagar bambu,” tambah David yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Temuan di lapangan mengungkap indikasi yang lebih besar. Berdasarkan data, terdapat 263 bidang tanah yang telah bersertifikat di kawasan tersebut.

Mayoritas dimiliki oleh perusahaan-perusahan besar menguasai 20 bidang, bahkan hingga 234 bidang.Sisanya dimiliki oleh perseorangan.

Fakta ini menunjukkan bahwa proyek pemagaran ini bukan sekadar untuk konservasi lingkungan, melainkan bagian dari rencana reklamasi besar untuk pembangunan kota baru seluas 30.000 hektar.

Davind menjelaskan bahwa Nilai ekonomi untuk penguasaan lahan bisa mencapai Rp30 triliun. Namun, kalau nantinya setelah reklamasi, nilai proyek ini diperkirakan mencapai Rp300 kuadriliun. 

“Dengan asumsi luas reklamasi 30.000 hektar atau 30 juta meter persegi, dan nilai tanah minimal Rp10 juta per meter persegi, keuntungan yang diperoleh bisa mencapai Rp300 triliun,” ungkapnya.

Dampaknya terhadap lingkungan laut dinilai sangat besar. Pola arus laut akan berubah, ekosistem terumbu karang dan padang lamun yang menjadi habitat ikan juga akan rusak.

Ini bukan hanya persoalan ekonomi, tapi juga keberlanjutan ekologi yang harus dipikirkan.

Ada Pelanggaran

Lebih dalam, ia mengungkap sejumlah potensi pelanggaran prosedur. Sayangnya, proyek ini disinyalir berjalan tanpa izin resmi.

Reklamasi laut seharusnya memiliki izin resmi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang jelas, serta penyesuaian tata ruang dan zonasi. 

Kategori :