9 Hal Penting Terkait Pilihan Nama Paus Leo XIV, Nama Tua dengan Misi Besar!
Pope Leo XIV - Filosofi Nama dan Sejarahnya-abc7NY-
MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Kardinal Robert Francis Prevost resmi jadi Paus ke-267. Ia memilih nama “Leo”—bukan Fransiskus II, bukan Yohanes Paulus III, tapi Leo untuk masa pengabdiannya sebagai paus.
BACA JUGA:Habemus Papam! Dunia Sambut Paus Leo XIV, Selamat Berkarya, Pope!
Nama yang terakhir kali dipakai tahun 1878 oleh Kardinal Vincenzo Pecci.
Nama yang penuh sejarah. Nama yang membawa pesan.
Nama Paus bukan sekadar ganti nama. Itu visi. “Beginilah arah saya memimpin.” Maka pertanyaannya sekarang: kenapa Leo? Apa yang ingin dikerjakan Paus baru lewat nama yang mengaum ini?
1. Nama Leo: Warisan Gereja
Sepanjang sejarah, sudah ada 13 Paus bernama Leo. Dua di antaranya paling berpengaruh: Leo I si Agung / Leo The Great, dan Leo XIII sang reformis sosial.
Saat Paus memilih nama Leo XIV, ini artinya tidak sedang iseng atau sekadar ingin beda. Ia sedang menggandeng dua warisan besar: keberanian dalam menghadapi kekacauan dunia, dan keberpihakan pada kaum kecil. Nama itu seperti gabungan doa dan deklarasi: “Saya akan memimpin dengan hati, tapi juga dengan taring.”
2. Leo I: Simbol Perlindungan Tanpa Kekerasan
Leo I dikenal sebagai Paus yang berdiplomasi dengan Attila, raja bangsa Hun. Tahun 452, Roma nyaris diluluhlantakkan. Tapi Paus Leo datang sendiri, bicara langsung ke Attila, dan berhasil membuatnya mundur—tanpa perang, tanpa darah. Sebuah kemenangan lewat kata-kata dan wibawa iman.
Dalam dunia yang hari ini penuh konflik, dari perang di Gaza sampai ketegangan geopolitik, Leo XIV tampaknya ingin mewarisi semangat itu: menjadi suara damai di tengah ancaman. Gereja di bawahnya bukan lagi sekadar pengamat, tapi penengah.
Bukan pasukan bersenjata, tapi penjaga nurani global.
3. Leo XIII: Pekerja, Buruh, dan Dunia Modern
Leo XIII menulis “Rerum Novarum”, ensiklik yang mengubah wajah Gereja. Ia bicara soal eksploitasi buruh, keadilan sosial pada industrialisasi, dan tanggung jawab negara. Gereja tiba-tiba bicara ekonomi, politik, dan kesejahteraan. Tak semua orang suka, tapi dunia tak pernah sama lagi setelahnya.
Sumber: la croix international
