9 Hal Penting Terkait Pilihan Nama Paus Leo XIV, Nama Tua dengan Misi Besar!
Pope Leo XIV - Filosofi Nama dan Sejarahnya-abc7NY-
Leo XIV, yang pernah hidup di antara umat miskin Peru, tahu betul rasanya jadi orang kecil. Ia bukan profesor yang turun dari menara gading, tapi misionaris yang tidur di rumah-rumah penduduk.
Nama Leo ini, dalam konteksnya, adalah panggilan untuk menghidupkan kembali Gereja yang membela pekerja—bukan penguasa demi menciptakan kedamaian, seperti yang disampaikan saat sambutan pertamanya saat dinobatkan.
4. Nama sebagai Kompas Kepemimpinan
Tradisi ganti nama bagi Paus bukan hiasan saja. Paus Jorge Mario memilih nama Fransiskus dulu sebagai tanda kedekatannya dengan kaum miskin dan kesederhanaan.
Kini Paus Leo XIV membawa nama yang lebih garang. Leo berarti singa. Tapi singa di sini bukan pemangsa, melainkan penjaga. Nama ini membawa kesan tegas, berani, tapi juga penuh tanggung jawab. Ia tak sedang menyenangkan semua pihak. Ia sedang menunjukkan arah: pemimpin yang mau turun gunung, tapi tak kehilangan pijakan sejarah.
5. Menjawab Tantangan Dunia Modern dengan Nama Tua
Menggunakan nama kuno seperti “Leo” di abad 21 bukan keputusan biasa. Di tengah dunia yang haus akan “pembaruan”, Leo XIV justru merujuk ke masa lalu untuk menjawab masa kini. Bukan nostalgia, tapi penegasan: Gereja tak perlu selalu baru, tapi perlu kembali ke nilai dasarnya.
Dunia sedang bingung—soal AI, perang, krisis iklim, hingga bunuh diri remaja. Paus baru ingin bicara ke semua isu itu, tapi dengan bahasa moral yang kuat. Dengan nama Leo, ia seperti berkata, “Saya tidak akan diam.” Ini bukan soal gaya, tapi soal keberanian menyuarakan yang benar meski tak populer.
6. Pemimpin Moderat yang Tegas Arah
Paus Leo XIV dikenal moderat. Ia tidak ekstrem kanan yang menolak perubahan, juga bukan progresif radikal yang ingin mengubah segalanya. Ia jalan tengah. Tapi jangan salah: moderat bukan berarti lembek. Pilihannya terhadap nama “Leo” justru menunjukkan ketegasan arah.
Dengan nama ini, ia menunjukkan bahwa kepemimpinan moral tidak harus keras kepala, tapi juga tidak boleh ragu.
7. Kembali ke Akar: Hukum, Nalar, dan Iman
Leo XIII dulu juga dikenal karena menghidupkan kembali pemikiran Thomas Aquinas—filsuf yang menjembatani iman dan akal. Leo XIV pun berlatar akademik, pernah jadi profesor hukum kanonik di Catholic Theological Union, Chicago.
Dengan nama Leo, ia tampaknya ingin menegaskan kembali pentingnya nalar dalam Gereja. Bahwa iman tidak bertentangan dengan berpikir kritis. Bahwa Gereja harus tetap jadi ruang diskusi dan refleksi, bukan hanya tempat ibadah hening. Dunia butuh suara moral yang cerdas—dan Leo ingin mengisi ruang gereja sebagai jembata, layaknya juga sejalan dengan apa yang disampaikannya saat pidato pertama di atas balkon basikila sesaat setelah proses konklaf berakhir.
8. Leo, Simbol Gereja yang Siap Mengaum Lagi
Sumber: la croix international
